Tanah sunda, dengan budaya khas dan unik yang "digosipkan" merupakan salah satu suku tertua di dunia. Kearifan lokal yang agung, budaya yang khas dengan tawa dan canda, tanah yang subur, bahkan ilmu klenik yang tidak kalah dengan suku dengan suku lain, serta para wanita nya yang indah mempersona, apalah yang kurang dari tanah ini?
Kepopuleran sunda terlihat meningkat di lingkungan negeri ini. Banyak film bahkan sinetron yang berlatar belakang kehidupan rakyat sunda. Pemakaian "atuh", "mah", "ujang", "geulis", dan lain lain mulai banyak dipakai di berbagai media massa nasional. Pemakaian bahasa sunda di kalangan rakyat sunda sendiri pun juga digalakkan. "Ulah era make basa sunda", "ulah isin nyarios sunda di lembur nyalira" banyak terpampang di berbagai media lokal. Memang di satu sisi, hal-hal ini sangat positif untuk masyarakat sunda sendiri, namun sayangnya menjadi ke-isme-an negatif di beberapa kalangan pemuda nya, bahkan "sesepuh" nya sendiri.
![]() |
http://peepindonesia.com/longser-sunda/ |
Saya tumbuh dan besar di tanah sunda, dengan ayah kelahiran palembang dan ibu yang lahir di semarang. Dari beberapa kota yang sempat saya "huni", menurut saya akhir-akhir ini para pemuda sunda sangat bangga dengan ke-sunda-an nya. Sayangnya, saya melihat dan merasakan beberapa kumpulan oknum yang rasa kesukuannya terlalu besar sehingga mereka menutup mata dan hampir selalu menolak budaya dan masyarakat dari suku bangsa yang lainnya. "ah, dia mah orang jawa", "ah, dia mah orang batak", "ah, dia mah orang ambon", "pantesan aja mereka nyebelin", "saya ga mau dapet jodoh orang sana", "lagu daerah situ ko jelek sih? bikin ngantuk, ga nyeni.". Sering saya dengar kalimat kalimat itu di tanah jawa barat.
Ironisnya ditengah penolakan terhadap suku budaya bangsa sendiri, mereka terima-terima saja cekokan budaya luar negeri yang notabene beberapa darinya tidak sesuai dengan etika bangsa Indonesia. Jadi secara kasar: menolak keluarga sendiri, tapi mengayomi teman di luar lingkungan keluarga.
Mungkin karena saya kurang lama mengamati dan kelalaian panca indera saya sendiri, pemuda suku daerah lain yang pernah saya tinggali tidak menunjukkan ke-isme-an seperti ini namun tetap bangga denga budaya lokal mereka masing-masing. Budaya dan masyarakat sunda diterima, bahkan banyak yang tertarik untuk mempelajarinya. Namun di jawa barat, jarang saya lihat ada yang tertarik dan mendalami budaya lokal lainnya.
Memang butuh pelestarian untuk tetap menjaga budaya sendiri tetap eksis dan tidak punah. Namun sangat disayangkan jika ada sifat sinisme kepada budaya lokal lain. Bayangkan jika semua suku bangsa bersifat seperti ini. Akan terbentuk negara Sunda, Negara Jawa, Negara Dayak, Negara Bugis, dsb. Negara Indonesia akan menjadi hanya tinggal kenangan.
Mungkin ada yang berpendapat bahwa pandangan saya salah, namun saya hanya menyampaikan apa yang saya rasakan. Secuil kecil kekecewaan terhadap masyarakat sendiri. Saya mencintai tanah sunda, tapi rasa cinta ini belum bisa sebesar rasa cinta pada Indonesia.