Jum`at 13 Maret 2009
Setelah beres kuliah, seperti biasa saya memampirkan tubuh ke sekretariat Swara Waditra Sunda (SWS) IT Telkom Bandung. Tujuan kedoknya yaitu untuk membahas program kerja divisi Humas untuk nonton bareng persib yang entah dimana akan dilaksanakan bersama entah siapa. Tapi sebenarnya tujuan utama yang benar-benar sebenarnya yaitu hanya untuk menatap wajah-wajah penuh senyum dan kegembiraan yang telah familiar selalu memberi secercah kehangatan tanpa mengenal waktu. Selalu mereka berikan hangat selama tubuh ini kuhadirkan diantara mereka.
Rapat
Sebelum rapat dimulai, telah saya lihat beberapa insan manusia yang baru saya lihat mencoba memainkan alat musik sunda dengan bodohnya(maaf..). Mungkin mereka sedang latihan. Tapi sudahlah, toh saya sebagai penanggung jawab harus rapat dulu. Rapat pun dimulai di pelataran sekre, baru beberapa orang dari kami yang sudah hadir. Sambil menunggu, kami pun bahas program kerja yang akan dilaksanakan 3 hari kemudian dengan diiringi suara-suara alat musik yang dengan susah payah dibunyikan untuk mencoba membentuk suatu alunan musik sunda.. sungguh berisik dan tidak menyenangkan..
Beberapa menit kemudian, datang anggota divisi humas lain, langsung ku berteriak "bayar 20ribu". Itu aturan jika terlambat datang di divisi kami.
Haha, nikmati kawan..
Kami coba lanjutkan rapat. Tapi omongan tiap orang kurang bisa terdengar karena berisiknya orang-orang kurang pintar yang sedang latihan (maaf lagi..). Saya masuk ke sekre untuk melihat kemungkinan agar para pawang penakluk alat musik itu untuk lebih tenang.
Sayangnya, begitu saya lihat keadaan sudah kurang terkendali. Tapi bukan kesal yang saya rasakan, namun gatal pada tangan untuk menambah noise di ruangan itu, untuk ikut mencoba membentuk alunan musik. Rapat pun saya tinggalkan, entah apa hasilnya, biar sang koordinator saja yang melanjutkan.
Kutinggalkan rapat dan kumainkan musik.
Latihan sesi sekian.
Adzan maghrib mulai akan berkumandang. Rapat nampaknya sudah selesai ketika saya melongok ke pelataran sekre. kutanyakan pada si koordinator "rapat udah beres?", dengan seketika dia jawab "sudah!". Ya sudah, apa boleh buat. seketika lidah kelu, tak bisa berkata karena campuran emosi malu dan senang. Malu karena sebagai penggung jawab acara tidak mengikuti rapat. Dan senang karena tidak usah mengikuti rapat yang membosankan. Segera kupasang tampang tanpa dosa, lalu kuhaturkan kalimat "bagus, bagus!!".
Adzan maghrib berkumandang. Kami, para pemain musik yang belum begitu bisa bermain musik, langsung menghentikan perbuatan kami yang dengan buasnya menyiksa dan menzalimi berbagai macam alat yang masing-masing kami mainkan. Saya pun terkagum dengan daya tahan alat-alat musik itu yang telah bertahun-tahun terus dicabuli dengan ganas oleh para pelaku secara berganti-gantian.
Setelah shalat maghrib latihan rampak kendang bersama anak baru 2008 dimulai. Ah, sayangnya malas saya menulis ceritanya. Lagian tidak begitu seru kok.
Kulihat kematian
Latihan sudah selesai kami pun capai.
"Gum, urang ngilu balik nya.." kataku. Meluncurlah kami on the road menuju pulang (hah??). Sampai di perempatan buah-batu soekarno-hatta, saya turun dari motornya. “Tengkyu boi, mumpung macet urang turun yah, ati-ati..” kata saya.
Kuinjakan kaki ke jalan aspal, langsung kumenepi ke trotoar. Aneh, di tengah jalan, diperempatan, orang-orang berkumpul membentuk lingkaran“Sedang ada pertunjukan ya?!” batinku. Baru kusadari pula, apa mungkin pertunjukan diadakan ditengah-tengah perempatan pada pukul setengah sepuluh malam?
Seketika itu, kurasakan sesuatu, rasa derita dan sakit membelai jiwaku. Entah siapa yang merasakan pilu tak terperi itu. Dari trotoar terlihat beberapa orang mengangkat motor. Jok motornya tidak ada, shock breaker depannya bengkok masuk ke arah dalam, bagai mengalami ditabrak bus saja itu motor.
Penasaran, saya hampiri tempat orang-orang itu berkumpul. Kuterobos sampai barisan paling dalam. Ah, tubuh terasa lemas seketika.
Tergeletak seorang pria dengan jaket kulit, celana bahan berwarna krem plus kaos kaki, serta helm merah dikepalanya, seperti pegawai negeri yang baru pulang dari kantor. Disampingnya tergeletak sepatu, dan bungkusan plastik. Kecelakaan motor biasa, batinku. Makin lama kuperhatikan, makin lemas tubuhku. Kedua kaki pria itu telah membentuk huruf X yang janggal, yang seperti ketika kita menyilangkan tangan di dada, yang mungkin terjadi alami ketika kedua kakinya patah. Kedua tangannya terlentang di aspal yang dingin, tidak bergerak.
Kulihat kepala yang terbalut helm itu. Darah mengalir dari kepalanya. Menggenangi aspal. Mewarnainya dengan pekatnya darah merah. Mengalir dan terus mengalir, bagai sumber air zamzam yang tak berhenti mengalir. Kucoba mengenali wajah dibalik helm itu. Sayang tidak terlihat. Kepala itu bergerak, dengan tempo yang singkat, gerakannya hanya sedikit, tapi cepat. Seperti orang yang terkena listrik. Atau mungkin lebih tepat jika disebut kejang-kejang, namun hanya kepalanya saja yang bergerak.
Tak ada yang berani menolong, hanya bisa menatap sosok yang mungkin sudah hilang nyawanya itu. Tergeletak dengan kaki membentuk Huruf X yang janggal, tangan terlentang, dan kepala di balik helm yang terus mengucurkan pekatnya darah. Yang membentuk simfoni kepiluan ditemani temaram indahnya sinar rembulan. Ironis.
Polisi datang, mengamankan TKP, membuat garis di sekitar tubuh korban. Mereka memrintahkan orang-orang yang tak berkepentingan untuk menjauhi TKP. Di pinggir trotoar, saksi mata bercerita bahwa motor tersebut menerobos lampu merah, sayang ada mobli dari arah lain sedang melaju kencang. Motor menabrak bagian depan mobil itu, lalu si pengendara motor terlempar ke atas, entah apa lagi yang terjadi. Ada pendapat yang berkata setelah terlempar dari motor, orang itu terlitas atau tertabrak kendaraan lain.
Terlihat wartawan berdatangan, mengabadikan TKP dengan kamera D-SLR nya dan mewawancarai polisi. Heran, kemana ambulans yang harusnya datang paling cepat dan menyelamatkan nyawanya jika masih mungkin tertolong??
Di seberang jalan, terlihat mobil merah yang mungkin terlibat kecelakaan. Pengendaraanya seorang wanita remaja, dengan wajah bingung dia sedang menelpon seseorang. Kepanikan tersirat diwajahnya. Mobil itu, terlihat hanya lecet sedikit bagian depannya saja. Sedangkan korban motornya sudah tak terperi.
Akhirnya, setelah waktu berlalu cukup lama, ambulans datang. Si korban diangkut ke dalam mobil dan langsung dilarikan ke rumah sakit.
Semoga masih bisa diselamatkan. Mungkin saja si korban baru saja pulang lembur dari kantor, mencari nafkah untuk keluarganya. Mungkin dengan terburu-buru dia kendarai motornya untuk segela pulang ke rumah dan bertemu anak-anaknya sebelum mereka tidur. Dan memberikan bungkusan mainan seadanya yang baru dia beli sebagai permintaan maaf pulang terlambat. Menyerahkan gajinya pada sang istri untuk dikelola memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sang istri yang dengan setia menunggunya pulang dari kantor.
Ironis.
Ku do`akan keselamatannya jika masih memungkinkan. Ku do`akan diterimaarwahnya disisi-Nya jika sudah tidak memungkinkan.
Aku pun berjalan pulang. Menuju kelurgaku yang sedang menunggu.
1xbet korean - Legalbet
ReplyDelete1xbet kadangpintar korean. All rights reserved. All rights 바카라 reserved. All rights reserved. 1Xbet casino login. 1xbet casino login. 1xbet casino login. 1xbet casino login. 1xbet korean