Yea, let`s practicing again for the master plan. yah, menyambung entry sebelumnya, sebagai niat pengaktualisasian diri..
Today banget, saya baru isi pulsa, 5000 rupiah pula. sudah beberapa lama sengaja tidak mengisi demi mencoba hidup tanpa handphone di zaman teknologi informasi ini. hasilnya, seru kawan. hidup tak ada beban..
ada yang sms nanya tugas, ngajak rapat, ngajak maen, ngajak naik gunung, titip absen kuliah, pengen curhat, dan rupa2, semua tidak saya balas berhubung pulsa ga ada pun hape dimatikan. mencoba berprinsip 'I`ll come when i want, if i want, wherever i want' selama beberapa waktu. enak, kalo ditanya kenapa ga dateng? kenapa ga bales? bilang aja ga ada pulsa, hape mati. jujur saja.. "MAN GOTTA DO WHAT MAN GOTTA DO!!!"
karena tak ber-'wanita', jadi non problemo lah kalau ga mikirin pulsa hape dan harus nge-sms, gara2 sang 'wanita' butuh perhatian.
kembali ke topik. sebenarnya, niat saya isi pulsa hanya karena telah memasuki masa tenggang. gawat juga kalau diblokir, para kolega niscaya akan kesulitan menghubungi. itu juga kebetulan gara2 teman sekampus yang kebetulan ketemu berprofesi sampingan sebagai tukang jualan pulsa keliling, jikalau tidak bersua mungkin saja handphone ini tak akan berisi pulsa.
Anehnya, setelah beberapa lama, tiba2 perangkat komunikasi saya bergetar syahdu. ternyata ada sms dari seseorang yang sampai saat ini mungkin belum bisa saya lupakan, namun kami amat jarang berkomunikasi. Isinya cuman ngajak ngobrol, bagaimana hati tak berbunga kawan? Okey, saya melebih-lebihkan, sebenarnya tidak suka2 amat sih..
Ini wanita ga ada matinya, selalu bermain-main di hati, menyusuri urat nadi setelah merangkul detak jantung dan menebar pesona ke seluruh tubuh hingga ditangkap oleh indra dengan romantika sendu tak berharap.
Aneh tidak sih? setelah beberapa minggu ga bales sms orang, begitu isi pulsa, langsung sang pujaan lama kembali membuka tirai hatinya yang belum tentu untukku. Kebetulankah? Takdirkah?
Mungkin saya lebih nyaman menyebutnya takdir, karena tidak ada suatu kebetulan di dunia ini kawan, semua sudah ada yang mengatur dan merencanakan. Karena itulah, KEBETULAN HANYALAH MERUPAKAN CARA TUHAN UNTUK MEMPERLIHATKAN KE-ANONIMAN-NYA
Thursday, March 18, 2010
Teknologi Adalah Untuk Orang Yang Malas dan Kurang Pintar
Ironis memang, bagi saya, semakin maju zaman, semakin membuat orang bodoh dan malas.
contoh: teman2 saya berangkat dari kosan ke kampus (yang berjarak hanya 10 menit berjalan) setiap hari pakai motor. Jikalau motor lg 'not available', eh, males kuliah mereka jadinya.
contoh2: waktu lagi ujian mata kuliah yang saya lupa judulnya, semua memakai kalkulator, padahal itung2an nya cmn gitu2 doang, kali, tambah, bagi, kurang. dan bagi saya mahasiswa yang ber-IPK sementara 2,54, amat sangat bisa dihitung nalar atau manual, sekaligus mengasah otak.
contoh3: banyaklah pokoknya contohnya, mungkin anda bisa menambahkannya..
intinya,
Teknologi dikembangkan untuk mengimbangi degadrasi kemampuan otak manusia.
apakah itu sebabnya orang zaman dulu sakti2? setujukah anda jika sebenarnya mereka tidak butuh teknologi karena mereka sudah bisa melakukan berbagai hal?
contoh: teman2 saya berangkat dari kosan ke kampus (yang berjarak hanya 10 menit berjalan) setiap hari pakai motor. Jikalau motor lg 'not available', eh, males kuliah mereka jadinya.
contoh2: waktu lagi ujian mata kuliah yang saya lupa judulnya, semua memakai kalkulator, padahal itung2an nya cmn gitu2 doang, kali, tambah, bagi, kurang. dan bagi saya mahasiswa yang ber-IPK sementara 2,54, amat sangat bisa dihitung nalar atau manual, sekaligus mengasah otak.
contoh3: banyaklah pokoknya contohnya, mungkin anda bisa menambahkannya..
intinya,
Teknologi dikembangkan untuk mengimbangi degadrasi kemampuan otak manusia.
apakah itu sebabnya orang zaman dulu sakti2? setujukah anda jika sebenarnya mereka tidak butuh teknologi karena mereka sudah bisa melakukan berbagai hal?
Wednesday, March 17, 2010
Stagnansi V.S Dinamisasi
Lelah, datang kembali distimulasi oleh beratnya aktifitas yang mungkin dipaksakan, tidak pernah diundang. Yang saya rasakan sekarang, betis kram, lengan pegal, dada sesak. Semua akibat dari niat agung dengan pelaksanaan bodoh. Saya berniat mengembalikan kondisi tubuh yang dirasa sedang di titik terendah dengan mencoba lari di sabuga. Agar lebih cepat fit, saya berpikiran menuju sabuga dengan sepeda, lalu lari sekuatnya minimal 30 menit. Ternyata bersepeda menuju TKP sudah pegal betis, namun saya paksakan jogging lagi dan dapat sebanyak 13 keliling lalu push-up. Belum terasa capai, langsung saya menuju kembali ke rumah dengan bersepeda. Baru sampai rumah mulai terasa derita. Esok harinya, ternyata tambah luar biasa deritanya.
Itu semua saya lakukan unbtuk mulai meninggalkan kestatisan hidup yang tak melahirkan suatu karya apapun. Sebenarnya, akhir2 ini saya berniat keluar dari stagnansi hidup. Di relung kalbu ini terasa ada sesuatu yang kosong, berlubang dan hampa. Saya tidak menghasilkan suatu karya apapun pada keseharian saya. Niatnya esok harinya setelah jogging di sabuga, saya ingin menuju dago pakar dan mengabadikan beberapa momen yang menurut saya indah untuk kemudian mungkin dapat dikirimkan ke suatu redaksi yang mungkin akhirnya membawa saya ke panggung teratas dunia jurnalistik dan fotografi serta memenangkan pulitzer. Tapi terhalang oleh kondisi fisik yang tak memadai, akibat dari niat positif yang dilaksanakan dengan proses yang kurang positif. Percobaan kabur ke alam dinamis itu.
Sungguh, ingin saya keluar dari stagnansi hidup yang hanya berupa bangun tidur; buang air sambil merokok (jadi ingin menyalakan sebatang; kuliah; stay-tune depan komputer; login facebook, kaskus, FN, terkadang bokep; makan; dan hal2 rutinitas lain yang tak menghasilkan. Ingin rasanya mengisi kekosongan jiwa dengan aktualisasi diri. Minat saya adalah menulis, fotografi, backpacking, wirausaha, musik. Namun semuanya tidak ada permulaan untuk menghasilkan suatu karya yang dapat membuktikan eksistensi diri. Saya ingin keluar dari kestatisan semua itu, mengisi dimensi waktu dengan hal2 lain, memberikan sesuatu pada orang lain, menambal kosongnya nurani yang telah menahun.
Entah mengapa, tapi motivasi selalu ada, niat selalu hadir, fasilitas selalu tersedia, namun memulai selalu saja menjadi halangan berkarya. Jadi, apa sebenarnya bentuk perwujudan para penghalang itu?
Harapan saya, semoga tulisan ini menjadi awal baru bagi dinamisasi rutinitas hidup saya untuk berkarya, berbagi, mengisi kekosongan jiwa dan aktualitasi diri. Sehingga berujung pada kebahagiaan lahir dan juga batin.
Penulis, Fotogrtafer, Backpacker, Penggiat alam, Musisi, Sastrawan, Ahli Sejarah, Orang yang merecoki Pemerintah, Bagian dari kaum minoritas, Bertemu pasangan hidup ketika travelling, Menjadi sumber inspirasi keluarga dan masyarakat, Taat beragama.. Akan saya penuhi semuanya..
aamiin..
Itu semua saya lakukan unbtuk mulai meninggalkan kestatisan hidup yang tak melahirkan suatu karya apapun. Sebenarnya, akhir2 ini saya berniat keluar dari stagnansi hidup. Di relung kalbu ini terasa ada sesuatu yang kosong, berlubang dan hampa. Saya tidak menghasilkan suatu karya apapun pada keseharian saya. Niatnya esok harinya setelah jogging di sabuga, saya ingin menuju dago pakar dan mengabadikan beberapa momen yang menurut saya indah untuk kemudian mungkin dapat dikirimkan ke suatu redaksi yang mungkin akhirnya membawa saya ke panggung teratas dunia jurnalistik dan fotografi serta memenangkan pulitzer. Tapi terhalang oleh kondisi fisik yang tak memadai, akibat dari niat positif yang dilaksanakan dengan proses yang kurang positif. Percobaan kabur ke alam dinamis itu.
Sungguh, ingin saya keluar dari stagnansi hidup yang hanya berupa bangun tidur; buang air sambil merokok (jadi ingin menyalakan sebatang; kuliah; stay-tune depan komputer; login facebook, kaskus, FN, terkadang bokep; makan; dan hal2 rutinitas lain yang tak menghasilkan. Ingin rasanya mengisi kekosongan jiwa dengan aktualisasi diri. Minat saya adalah menulis, fotografi, backpacking, wirausaha, musik. Namun semuanya tidak ada permulaan untuk menghasilkan suatu karya yang dapat membuktikan eksistensi diri. Saya ingin keluar dari kestatisan semua itu, mengisi dimensi waktu dengan hal2 lain, memberikan sesuatu pada orang lain, menambal kosongnya nurani yang telah menahun.
Entah mengapa, tapi motivasi selalu ada, niat selalu hadir, fasilitas selalu tersedia, namun memulai selalu saja menjadi halangan berkarya. Jadi, apa sebenarnya bentuk perwujudan para penghalang itu?
Harapan saya, semoga tulisan ini menjadi awal baru bagi dinamisasi rutinitas hidup saya untuk berkarya, berbagi, mengisi kekosongan jiwa dan aktualitasi diri. Sehingga berujung pada kebahagiaan lahir dan juga batin.
Penulis, Fotogrtafer, Backpacker, Penggiat alam, Musisi, Sastrawan, Ahli Sejarah, Orang yang merecoki Pemerintah, Bagian dari kaum minoritas, Bertemu pasangan hidup ketika travelling, Menjadi sumber inspirasi keluarga dan masyarakat, Taat beragama.. Akan saya penuhi semuanya..
aamiin..
Subscribe to:
Posts (Atom)