Waktuku kecil ayahku senang menjahiliku dengan mengunci pergelangan tanganku dalam gengamannya. Aku selalu mencoba melepasnya, dari hari ke hari, dan ternyata hanya rengekan yang bisa melepaskannya. Dan ayah hanya akan tersenyum bahkan tertawa setelah melepaskannya. Ayah memang hobi bercanda.
![]() |
http://www.salon.com/2011/06/18/vagabond_father_open2011/ |
Ketika aku memasuki jenjang
sekolah dasar, banyak barang yang aku inginkan, banyak waktu ketika aku harus
merengek untuk mendapat sesuatu, Ayah hanya berkata “nanti, dipikirin dulu”.
Dan hasilnya, tidak selalu nihil. Ayah tahu apa yang aku butuhkan dan apa yang
tidak untukku. Bahkan ketika aku dibelikan sebuah console video game, semput aku berebut dengan ayah untuk
memainkannya. Pernah ayah sakit untuk beberapa lama dengan sebab yang tidak
dapat diketahui, tidak bisa bekerja dan selalu hadir di tempat tidur dan suatu
waktu ayahku shalat dengan sangat – sangat khusyuk, dan alhamdulillah
keadaannya membaik, dan kehidupannya dan kami pun membaik, suatu cobaan yang
berat telah dilalui... Pernah aku mengambil sejumlah uang dari dompetnya tanpa
izin hanya untuk membeli sesuatu yang bodoh, sebongkah es kering untuk
dimasukkan ke dalam bak mandi. Ketika ayah mengetahuinya, dia memarahiku sengan
keras, dan amarahnya berakhir dengan “kalo mau apa – apa bilang dulu, jangan
jadi pembohong”. Ayah memang menakutkan jika sedang marah, tetapi tidak pernah “main
tangan”.
Aku masuk SLTP, pulang pergi
dengan angkot. Untuk bekal uang sekolah ayah sering memberi lebih, mungkin dia
mengetahui bahwa semakin besar umurku, semakin besar kebutuhanku. Bahkan terkadang
aku bisa bernegosiasi “gaji harianku” sebagai anak dengan ayah. Ayah mendukung
penuh ketika aku terpilih sebagai perwakilan Jambore Nasional, semua
kebutuhanku dipehuninya, bahkan saat aku menyerah ayah tak lelah mendukungku
meski dengan agak keras. Aku pertama kali berpacaran di masa ini, ayah pernah
memarahiku karena tagihan telepon rumah membengkak sangat drastis. Bekerjasama
dengan ibu, ayah menjebakku sehingga aku mengaku bahwa penyebab besarnya
tagihan telepo adalah seorang wanita pujaanku. Tetapi akhirnya ayah tidak
masalah dengan wanitaku, hanya disuruh membatasi komunikasi via teleponku saja.
Ayah mengerti aku baru mulai akan mengenal dunia.
![]() |
Ayahku |
Masa SMA, masa paling sering aku
berselisih dan bertengkar dengan ayah. Memang tabiatku agak melenceng di saat
itu, darah mudaku yang baru bergejolak selalu mendapat tentangan dari ayah. Aku
tahu maksud ayah pasti baik, namun entah, aku pada saat itu memang amat bebal. Ayah
membelikaknku sepeda motor, dia berkata “biar kamu ga cuman bisa liat
temen-temen kamu pake motor”. Kami berdua memodifikasi sepeda motor itu, tidak
jelek juga hasilnya.. Aku pertama touring
jarak jauh ayah tak melarangku, mungkin dia pun teringat masa mudanya yang
penuh lika liku. Tak jarang kami saling tak berbicara untuk beberapa hari,
namun ayah hampir selalu mengalah dengan gaya khasnya yang seolah sudah
melupakan semua masalah kami disertai senyum ataupun tawa ditengah beberapa
amarahnya yang mencekam. Ketika kami berselisih, pasti ibu yang selalu menjadi
mediator antara kami, namun tetap aku dan egoku tak mau mengalah, begitupun
ayah. Masa – masa penuh perselisihan ini entah bagaimana akhirnya terlewati. Satu
hal yang mengherankanku, Ayah punya teman dimana – mana, dari tukang parkir
sampai bos – bos perusahaan. Pada hari lebaran pun berpuluh parcell datang ke rumah kami ditujukan
kepada ayahku. Salut..
![]() |
http://discoveringdad.net/discovering-dad-blog-carnival-march-2010/ |
Akhirnya akupun kuliah. Tahun
pertama dan kedua, aku lewati dengan mental yang lebih dewasa sehingga aku
jarang berselisih dan bertengkar dengan ayah. Sudah jarang kulihat ayah marah.
Aku mulai sering berkegiatan mendaki gunung saat itu, entah bagaimana teman –
teman ayah selalu tahu bahwa aku baru saja “turun gunung”. Mungkin ayah selalu
bercerita pada mereka, mungkin ayah bercerita sembari membanggakanku kepada
teman-temannya, mungkin ayah memang bangga padaku yang melakukan kegiatan
positif yang dulu pun dia senang melakukannya. Motor baruku kadang dipakai ayah
untuk touring bersama rekan
kantornya, aku hanya bisa tersenyum, ‘masih ngoboi juga ternyata ayahku’.
Ketika aku mulai ketahuan menghisap rokok pun ayah tiba – tiba selalu membeli
dua jenis rokok. Yang sering aku ambil tanpa izin. Tapi tetap ayah selalu
menyindirku, tidak membebaskanku menghisap batang rokok. Mungkin ayah mengerti bahwa
aku memang telah terjebak rokok seperti dirinya, namun belum bisa ikhlas
menerima fakta bahwa anaknya pun ikut merusak diri sendiri.
![]() |
http://discoveringdad.net/discovering-dad-blog-carnival-april-2010/ |
Tanggal 28 Juni Tahun 2008
setelah ujian akhir semesterku, ketika aku akan geladi di kota Denpasar, Ayah
tiba – tiba sakit entah sakit apa. Setelah berolahraga mengayuh sepeda, ayah
mengajakku pergi keluar untuk membetulkan semua alat elektronik yang rusak,
namun tiba – tiba ayah terlhat sangat merasa kesakitan di tempat tidurnya,
ditemani kami sekeluarga. Aku, Ibu, dan Kedua adik perempuanku awalnya
menyangka ayah hanya sakit biasa, namun akhirnya kami pun menyaksikan nafas
terakhir ayahku, yang meninggalkan kami menuju pelukan-Nya. Ayahku yang super,
telah tiada.
Banyak sekali kerabat ayah
bergantian datang ke rumah. Teman – temanku pun datang bergantian setiap hari
selama lebih dari seminggu. Ayah dimakamkan di Jakarta, dekat tempat tinggal
kakak dan adiknya, satu pemakaman dengan kakek. Pada saat mengantarkan ayah,
puluhan mobil berkonvoy dari bandung
menuju jakarta. Terlihat bagiku bahwa ayah memberi kenangan positif pada banyak
orang, tanpa pandang bulu. Aku ingin seperti ayah, tegas dan keras namun selalu
hangat.
![]() |
My Father |
Ayah dimataku serba bisa. Dia
bisa mengerjakan semuanya, dari kebun, ledeng, dan mobil pun dia betulkan
sendiri. Ayahku yang tak ragu naik ke atas genting untuk membetulkan genting
bocor, ayahku yang tak ragu turun membersihkan selokan sendiri sambil menyapa
para tetangga di pagi hari. Ayahku yang diceritakan ibu selalu melindungi staff
nya di kantor. Ayahku yang sering memengangi turnamen memancing dengan memakai
namaku (aku mengetahuinya karena sering diajak). Ayahku yang telah mendidikku
sehingga mempunyai mental dan dasar yang kuat. Ayahku yang super dab serba
bisa, tidak akan pernah kutemui lagi di dunia ini.
Hari ini, 22 April 2012, tepat 54 tahun sejak ayah menghembuskan nafas pertama. Saat ini, kubayangkan ayah sebentar turun ke bumi untuk
menengokku, melihat kedaanku, ibu, dan kedua adikku. Aku melihat hari ini
ayah duduk disampingku, menemaniku dan memberi seutas senyum pada diriku yang
berlinang air mata ketika aku menulis tulisan ini, meski diam tanpa suara.