Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

Sunday, April 22, 2012

Tribute untuk Ayahku


Waktuku kecil ayahku senang menjahiliku dengan mengunci pergelangan tanganku dalam gengamannya. Aku selalu mencoba melepasnya, dari hari ke hari, dan ternyata hanya rengekan yang bisa melepaskannya. Dan ayah hanya akan tersenyum bahkan tertawa setelah melepaskannya. Ayah memang hobi bercanda.
 
http://www.salon.com/2011/06/18/vagabond_father_open2011/
Ketika aku memasuki jenjang sekolah dasar, banyak barang yang aku inginkan, banyak waktu ketika aku harus merengek untuk mendapat sesuatu, Ayah hanya berkata “nanti, dipikirin dulu”. Dan hasilnya, tidak selalu nihil. Ayah tahu apa yang aku butuhkan dan apa yang tidak untukku. Bahkan ketika aku dibelikan sebuah console video game, semput aku berebut dengan ayah untuk memainkannya. Pernah ayah sakit untuk beberapa lama dengan sebab yang tidak dapat diketahui, tidak bisa bekerja dan selalu hadir di tempat tidur dan suatu waktu ayahku shalat dengan sangat – sangat khusyuk, dan alhamdulillah keadaannya membaik, dan kehidupannya dan kami pun membaik, suatu cobaan yang berat telah dilalui... Pernah aku mengambil sejumlah uang dari dompetnya tanpa izin hanya untuk membeli sesuatu yang bodoh, sebongkah es kering untuk dimasukkan ke dalam bak mandi. Ketika ayah mengetahuinya, dia memarahiku sengan keras, dan amarahnya berakhir dengan “kalo mau apa – apa bilang dulu, jangan jadi pembohong”. Ayah memang menakutkan jika sedang marah, tetapi tidak pernah “main tangan”.


Aku masuk SLTP, pulang pergi dengan angkot. Untuk bekal uang sekolah ayah sering memberi lebih, mungkin dia mengetahui bahwa semakin besar umurku, semakin besar kebutuhanku. Bahkan terkadang aku bisa bernegosiasi “gaji harianku” sebagai anak dengan ayah. Ayah mendukung penuh ketika aku terpilih sebagai perwakilan Jambore Nasional, semua kebutuhanku dipehuninya, bahkan saat aku menyerah ayah tak lelah mendukungku meski dengan agak keras. Aku pertama kali berpacaran di masa ini, ayah pernah memarahiku karena tagihan telepon rumah membengkak sangat drastis. Bekerjasama dengan ibu, ayah menjebakku sehingga aku mengaku bahwa penyebab besarnya tagihan telepo adalah seorang wanita pujaanku. Tetapi akhirnya ayah tidak masalah dengan wanitaku, hanya disuruh membatasi komunikasi via teleponku saja. Ayah mengerti aku baru mulai akan mengenal dunia.

Ayahku

Masa SMA, masa paling sering aku berselisih dan bertengkar dengan ayah. Memang tabiatku agak melenceng di saat itu, darah mudaku yang baru bergejolak selalu mendapat tentangan dari ayah. Aku tahu maksud ayah pasti baik, namun entah, aku pada saat itu memang amat bebal. Ayah membelikaknku sepeda motor, dia berkata “biar kamu ga cuman bisa liat temen-temen kamu pake motor”. Kami berdua memodifikasi sepeda motor itu, tidak jelek juga hasilnya.. Aku pertama touring jarak jauh ayah tak melarangku, mungkin dia pun teringat masa mudanya yang penuh lika liku. Tak jarang kami saling tak berbicara untuk beberapa hari, namun ayah hampir selalu mengalah dengan gaya khasnya yang seolah sudah melupakan semua masalah kami disertai senyum ataupun tawa ditengah beberapa amarahnya yang mencekam. Ketika kami berselisih, pasti ibu yang selalu menjadi mediator antara kami, namun tetap aku dan egoku tak mau mengalah, begitupun ayah. Masa – masa penuh perselisihan ini entah bagaimana akhirnya terlewati. Satu hal yang mengherankanku, Ayah punya teman dimana – mana, dari tukang parkir sampai bos – bos perusahaan. Pada hari lebaran pun berpuluh parcell datang ke rumah kami ditujukan kepada ayahku. Salut..


http://discoveringdad.net/discovering-dad-blog-carnival-march-2010/
Akhirnya akupun kuliah. Tahun pertama dan kedua, aku lewati dengan mental yang lebih dewasa sehingga aku jarang berselisih dan bertengkar dengan ayah. Sudah jarang kulihat ayah marah. Aku mulai sering berkegiatan mendaki gunung saat itu, entah bagaimana teman – teman ayah selalu tahu bahwa aku baru saja “turun gunung”. Mungkin ayah selalu bercerita pada mereka, mungkin ayah bercerita sembari membanggakanku kepada teman-temannya, mungkin ayah memang bangga padaku yang melakukan kegiatan positif yang dulu pun dia senang melakukannya. Motor baruku kadang dipakai ayah untuk touring bersama rekan kantornya, aku hanya bisa tersenyum, ‘masih ngoboi juga ternyata ayahku’. Ketika aku mulai ketahuan menghisap rokok pun ayah tiba – tiba selalu membeli dua jenis rokok. Yang sering aku ambil tanpa izin. Tapi tetap ayah selalu menyindirku, tidak membebaskanku menghisap batang rokok. Mungkin ayah mengerti bahwa aku memang telah terjebak rokok seperti dirinya, namun belum bisa ikhlas menerima fakta bahwa anaknya pun ikut merusak diri sendiri.


http://discoveringdad.net/discovering-dad-blog-carnival-april-2010/
Tanggal 28 Juni Tahun 2008 setelah ujian akhir semesterku, ketika aku akan geladi di kota Denpasar, Ayah tiba – tiba sakit entah sakit apa. Setelah berolahraga mengayuh sepeda, ayah mengajakku pergi keluar untuk membetulkan semua alat elektronik yang rusak, namun tiba – tiba ayah terlhat sangat merasa kesakitan di tempat tidurnya, ditemani kami sekeluarga. Aku, Ibu, dan Kedua adik perempuanku awalnya menyangka ayah hanya sakit biasa, namun akhirnya kami pun menyaksikan nafas terakhir ayahku, yang meninggalkan kami menuju pelukan-Nya. Ayahku yang super, telah tiada.


Banyak sekali kerabat ayah bergantian datang ke rumah. Teman – temanku pun datang bergantian setiap hari selama lebih dari seminggu. Ayah dimakamkan di Jakarta, dekat tempat tinggal kakak dan adiknya, satu pemakaman dengan kakek. Pada saat mengantarkan ayah, puluhan mobil berkonvoy dari bandung menuju jakarta. Terlihat bagiku bahwa ayah memberi kenangan positif pada banyak orang, tanpa pandang bulu. Aku ingin seperti ayah, tegas dan keras namun selalu hangat.


My Father
Ayah dimataku serba bisa. Dia bisa mengerjakan semuanya, dari kebun, ledeng, dan mobil pun dia betulkan sendiri. Ayahku yang tak ragu naik ke atas genting untuk membetulkan genting bocor, ayahku yang tak ragu turun membersihkan selokan sendiri sambil menyapa para tetangga di pagi hari. Ayahku yang diceritakan ibu selalu melindungi staff nya di kantor. Ayahku yang sering memengangi turnamen memancing dengan memakai namaku (aku mengetahuinya karena sering diajak). Ayahku yang telah mendidikku sehingga mempunyai mental dan dasar yang kuat. Ayahku yang super dab serba bisa, tidak akan pernah kutemui lagi di dunia ini.


Hari ini, 22 April 2012, tepat 54 tahun sejak ayah menghembuskan nafas pertama. Saat ini, kubayangkan ayah sebentar turun ke bumi untuk menengokku, melihat kedaanku, ibu, dan kedua adikku. Aku melihat hari ini ayah duduk disampingku, menemaniku dan memberi seutas senyum pada diriku yang berlinang air mata ketika aku menulis tulisan ini, meski diam tanpa suara.


No comments:

Post a Comment