Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

Sunday, April 4, 2010

Ekspresi kami Yang Terkekang

2 tahun saya bergelut dengan kejaran berbagai dosen. dosen batak, dosen jawa, dosen bangka, dan banyak dosen lainya. semua hanya karena satu hal, indahnya panjang rambut yang saya miliki. berkali-kali saya diancam, tidak boleh ikut kuliah dan registrasi semester, 2 kali dikeluarkan dari ruang ujian ketika ujian akhir semester, berlari-lari di gedung 3 jurusan karena dikejar dosen sadis. semua hanya karena rambut.

Semakin saya heran, apa relavansi rambut gondrong dengan prestasi kuliah? apakah rambut tumbuh subur karena memakan sel otak? tidak.. kesimpulan saya hanyalah, mayoritas orang sudah tenggelam dalam paradigma bahwa orang pintar dan sukses itu adalah orang dengan penampilan rapih, necis, rambut pendek, pakai kemeja dan jas, bercelana bahan kain warna gelap dengan dasi, dan sbgainya.. semua orang menilai tidak dengan nurani, mereka hanya menilai tampilan fisik saja, betapa bodohnya.

kampus saya kampus yang mempunyai banyak aturan bertele-tele, tidak penting, dan menghambat kreatifitas. contohnya ya itu tadi, rambut mahasiswa pria tidak boleh gondrong, menghadiri kuiah pun harus memakai seragam. Untuk apa coba semua itu? bagaikan mendidik kami hanya sebagai pegawai pandir seperti robot yang hanya bisa menurut dan disuruh-suruh sajakah? atau adakah alasan lain?

universitas, menurut gambaran plato (kalau tidak salah), merupakan tempat bertukar pikiran, dia selama hidupnya berkeliling kota dan bertukar kata dan pikiran dengan semua orang yang dia temui. suatu kali dia kumpulkan orang-orang itu dan diajaklah mereka berdiskusi tentang segala hal dengannya, itulah yang dia sebut university. jadi.

belajar itu membutuhkan suasana yang nyaman agar pembelajaran menjadi efektif dan kita dapat mengasah kreatifitas sampai batas tak terhingga dengan kreatifitas itu.
karena itulah semestinya universitas saya membebaskan kebutuhkan mahasiswanya unutk ber ekspresi dan menyalurkan bakat masing2 sehingga softskill pun akan meningkat. saya masih heran mengapa kampus kami tidak mencontoh perguruan tinggi lain yang membebaskan mahasiswanya untuk ber-ekspresi, terbukti lulusan2 mereka pun memang handal pada dunia kerja. jelas peraturan seragam dan rambut itu tidak ada relavansinya dengan apapun. hanya membodohi kita agar terus memakai otak kiri dan mematikan otak kanan.

saya makin heran, semua guru dan dosen selalu saja mengajarkan bahwa perbedaan itu indah, tapi mengapa mereka terus berkoar-tentang pentang pentingnya memakai seragam? Ingat, Tuhan pun mencintai perbedaan..

Menurut saya, jangan anda menilai buku dari sampulnya saja. jangan menilai orang dari penampilanya saja. orang dengan rambut gondrong, selengean, dan pakaian compang-camping belum tentu dia itu anak jalanan, bisa saja dia itu orang kaya, atau malah pemilik suatu perusahaan besar yang sedang mengekspresikan dirinya. Bahkan, pengemis atau gembel pun belum tentu bodoh, bisa saja dia itu jenius tak terhingga yang mungkin melebihi Einstein.

Oleh karena itulah, saya terus berusaha memandang dunia dengan mata hati dan nurani, karena tidak semua yang dilihat oleh mata itu benar, dan semua yang dirasakan oleh hati nurani akan menuju kebenaran. karena hati nuranilah salah satu penghubung manusia dengan sang pencipta.

berekspresilah kawan, bunuh semua paradigma negatif tentang dunia ini, lawan mereka semua yang telah dibodohi oleh sempitnya pandangan mereka sendiri. mari kita bangun dunia dengan hati nurani.
Do what you want to do..

No comments:

Post a Comment