Pelancong bule? Biasa saja. Pelancong Indonesia? Hebat sekali..
Travelling. Ya, satu
kata yang mungkin diinginkan oleh hampir semua orang. Siapa yang
tidak mau jalan-jalan ke tempat-tempat wisata ataupun keluar negeri?
Bahkan sebagian orang pun bela-belain untuk jadi wakil rakyat dan
keliling dunia dengan alasan dinas ataupun studi banding memakai uang
negara, bersama seluruh anggota keluarga mereka jika perlu.


Hasil
obrolan ringan dari bule-bule tersebut memang seperti yang sudah
dibahas sebelumnya, masalah uang dan waktu.
Ternyata,
masyarakat pekerja negara (yang katanya) maju memiliki hari libur
lebih banyak daripada masyarakat pekerja tanah air. Begitu juga para
pelajarnya. Mereka dalam satu tahun minimal mempunyai jatah cuti 25
hari. Ya, hampir satu bulan. Bandingkan dengan bangsa kita yang para
pekerja nya hanya mempunyai waktu libur 12 hari. Dua kali lipat
kawan. Belum lagi jatah waktu liburan musim panas, sehingga
wisatawan bule akan terlihat lebih banyak di waktu-waktu summer
ini (sekitar Juli-Agustus).
Masalah
waktu ini menjadi pertanyaan saya. Apakah orang Indonesia memang
sedemikian giatnya untuk mendedikasikan jiwa raga mereka untuk
bekerja dan belajar formal? Apakah ini merupakan kebijakan sistem
ataukah keinginan masyarakatnya sendiri?
Lalu
yang kedua, masalah uang atau dana. Dalam kegiatan melancong, tidak
boleh dipungkiri dana merupakan masalah utama. Terkecuali mereka para
petualang into the wild yang
mendedikasikan diri mereka untuk perjalanan, pasti ada saja jalan
untuk tetap hidup. Namun mereka yang hanya ingin berlibur (ini
mayoritas alasan para pelancong) dan akan segera kembali ke tempat
asal mereka, uang akan menjadi beban pikiran.
Perbedaan
jumlah dan peminat kegiatan travelling bangsa
kita dan bangsa bule “maju” tersebut, ternyata adalah pendapatan.
Memang, jika dibandingkan dengan harga kebutuhan pokok di
masing-masing negara akan sebanding dengan pendapatan gaji di
masing-masing negara tersebut. Secara kurs, gaji orang indonesia
rata-rata dibawah gaji orang eropa namun harga kebutuhan pokok disini
lebih murah. Dan gaji orang eropa akan lebih besar dibandingkan gaji
orang Indonesia tetapi harga kebutuhan pokok juga lebih mahal.
Menurut
saudara saya yang tinggal di Paris, biaya hidup disana 4 kali biaya
hidup di Indonesia. Bahkan
kenalan saya dari Hamburg, Jerman, “Living cost in
Indonesia can be 10 times cheaper than our
country”. Sepuluh
kali lipat. Hal ini tidak akan menjadi masalah jika kita hanya
menjalankan kehidupan di negara masing-masing. Namun akan menjadi
masalah jika pendapatan gaji ini akan digunakan untuk kegiatan
jalan-jalan, ke luar negeri khususnya.
Apalagi
jika dikaitkan dengan biaya hidup negara tujuan, kita sebagai orang
Indonesia ketika datang ke Eropa pasti akan merasa biaya hidup lebih
mahal. Sedangkan mereka orang Eropa yang datang ke Indonesia pasti
akan berkata: “Wow, semua barang disini murah ya!!”
Mungkin
itu, yang terus membayang-bayang di benak saya. “It`s all
about currency”.
Kesimpulan
pribadi saya, orang Indonesia yang memang gemar dan terus melakukan
perjalanan ke luar negeri dengan dana pribadi, lebih hebat dari para
traveller negara maju.
Karena perjuangan dan pengorbanan para traveller negeri
kita lebih banyak dari traveller
negara maju. Pelancong bule? Biasa saja. Pelancong Indonesia? Hebat
sekali..
AWESOME
ReplyDeleteArtikel yang sangat menarik, coba kalian ajukan Kartu kredit Citibank sekarang juga
ReplyDeletesaya ingin keliling dunia gratis ada kah yang mau ngajak
ReplyDelete