Media, sumber informasi baik berupa tulisan, suara, ataupun gambar. Isi dari sebuah media dapat berupa sejarah, pemberitahuan, ilmu, sampai gosip. Dari sebuah prasati kuno sampai internet merupakan bentuk dari media.
Bagi saya, media merupakan salah satu aspek terpenting dalam hidup. Asal mula hobi dapat berawal dari media. Saya memulai hobi fotografi berkat media yang menyampaikan bahwa pengabadian suatu moment adalah sebuah keindahan, yang tidak hanya untuk dikenang oleh pribadi yang bersangkutan, tapi juga dinikmati oleh khalayak umum. Contoh lain, saya memulai hobi travelling dan hiking karena begitu banyaknya media yang saya baca menggambarkan keindahan yang luar biasa dari berbagai belahan tempat di penjuru dunia. Meski tidak mampu menggambarkan keindahan yang sebenarnya.
Selain itu, tugas-tugas kuliah sampai tugas akhir pun dapat diselesaikan dengan baik berkat media masa. Bayangkan jika mengerjakan tugas-tugas tanpa media, saya akan terwajibkan untuk melakukan penelitian sendiri, menguji, menganalisa, dan menyimpulkannya sendiri. Sebagai contoh, jika saya diberi tugas tentang proses penyalaan sebuah lampu. Jika tanpa bantuan media, saya harus melakukan penelitian seperti yang Thomas Alva Edison lakukan selama bertahun-tahun. Itu pun belum tentu berhasil mengingat kemampuan otak manusia yang berbeda-beda.
Yang terpenting, media dapat membentuk opini dan pola pikir penduduk dunia. Media masa di barat, hampir semuanya memberikan opini buruk tentang orang-orang muslim, baik dari berita di koran sampai media hiburan seperti film, semuanya bulat mengatakan satu hal, Islam itu negatif. Hasilnya pun terlihat, banyak sekali penduduk dunia barat yang akhirnya terbentuk pola pikir pesimisme terhadap Islam.
Contoh lain, wanita-wanita di Indonesia sudah hampir semuanya termakan rayuan media yang memberitahukan bahwa kulit putih itu adalah warna terbaik. Baik dari iklan, film, ataupun media lainnya, telah membentuk pola pikir dan opini wanita Indonesia bahwa jika tidak berkulit putih, mereka tidaklah cantik. Mereka melupakan eksotisme keragaman warna kulit di Indonesia, yang juga amat cantik, atau bahkan lebih. Mungkin hal itu pula yang menyebabkan rasisme. Andai semua opini itu dapat diputarbalikkan atau dihilangkan.
Saya mempunyai mimpi menjadi seorang raja media di masa depan. Mungkin memiliki perusahaan majalah sendiri, koran, atau website informasi terkemuka di dunia, dan lain-lainnya. Saya ingin membantu orang lain memperoleh informasi berharga untuk apapun kebutuhan mereka. Saya ingin menjadi raja media yang tidak dibayang-bayangi oleh subjektifitas dan maksud serta tujuan tertentu dari sebagian kalangan, seperti politisi, pengusaha, dan oknum lainnya yang tentu saja berusaha membentuk opini positif publik tentang mereka.
Saya ingin menjadi raja media untuk memajukan penduduk dunia, terutama bangsa Indonesia..
Tuesday, October 19, 2010
Thursday, April 15, 2010
Mimpi Yang Bunuh Diri
Mimpi, saya mempunyai banyak mimpi. Yang terus dipupuk dan dipelihara, yang sekarang agak layu karena realita.
Ingin saya berkeliling Indonesia dan bahkan dunia, menjadi travel writer, hidup nomaden, tak terikat. Namun saaat ini, banyak bagian realita yang membunuh. Saya tidak pandai menulis, bagaimana keluarga saya nanti jika hidup berpindah-pindah, bagaimana saya mencari nafkah hidup.
Saya ingin berwiraswasta, namun selalu terhalang oleh realita bahwa saya itu malas memulai, modal tak ada, skill tidak ada, pengetahuan minim.
Saya ingin hidup sehat, olahraga tiap hari, makan makanan yang sehat. Terhalang lagi oleh realita bahwa saya itu malas bangun pagi, malas bergerak, malas makan, makan pun seadanya.
Itu semua perlahan mencabik mimpi", menenggelamkannya dalam arus realita yang kubuat sendiri, terkungkung dalam kotak pembatas kreatifitas yang juga saya buat sendiri. Karena semua hanya alasan" bodoh untuk enggan memulai. Aku pupuk mimpiku dengan limbah. Aku bunuh mimpiku sendiri dengan semua sifat buruk yang kumiliki.
Ya, saya hanya harus memulai. Saya bukan burung yang terus menerus kembali dan berada di satu tempat meski mempunyai anugerah luar biasa untuk mengarungi langit. Saya adalah manusia yang akan menggunakan dan memaksimalkan semua anugrah terindah yang Tuhan berikan pada makhluknya.
Belajar, belajar, dan terus belajar. Masa bodoh dengan realitas yang ada. Akan kutetaskan semua mimpi ini dari inkubatornya. Hanya niat, tekad, dan kamauan baja yang kubutuhkan. Dan akan kumulai. Sekarang..
Ingin saya berkeliling Indonesia dan bahkan dunia, menjadi travel writer, hidup nomaden, tak terikat. Namun saaat ini, banyak bagian realita yang membunuh. Saya tidak pandai menulis, bagaimana keluarga saya nanti jika hidup berpindah-pindah, bagaimana saya mencari nafkah hidup.
Saya ingin berwiraswasta, namun selalu terhalang oleh realita bahwa saya itu malas memulai, modal tak ada, skill tidak ada, pengetahuan minim.
Saya ingin hidup sehat, olahraga tiap hari, makan makanan yang sehat. Terhalang lagi oleh realita bahwa saya itu malas bangun pagi, malas bergerak, malas makan, makan pun seadanya.
Itu semua perlahan mencabik mimpi", menenggelamkannya dalam arus realita yang kubuat sendiri, terkungkung dalam kotak pembatas kreatifitas yang juga saya buat sendiri. Karena semua hanya alasan" bodoh untuk enggan memulai. Aku pupuk mimpiku dengan limbah. Aku bunuh mimpiku sendiri dengan semua sifat buruk yang kumiliki.
Ya, saya hanya harus memulai. Saya bukan burung yang terus menerus kembali dan berada di satu tempat meski mempunyai anugerah luar biasa untuk mengarungi langit. Saya adalah manusia yang akan menggunakan dan memaksimalkan semua anugrah terindah yang Tuhan berikan pada makhluknya.
Belajar, belajar, dan terus belajar. Masa bodoh dengan realitas yang ada. Akan kutetaskan semua mimpi ini dari inkubatornya. Hanya niat, tekad, dan kamauan baja yang kubutuhkan. Dan akan kumulai. Sekarang..
Sunday, April 4, 2010
Ekspresi kami Yang Terkekang
2 tahun saya bergelut dengan kejaran berbagai dosen. dosen batak, dosen jawa, dosen bangka, dan banyak dosen lainya. semua hanya karena satu hal, indahnya panjang rambut yang saya miliki. berkali-kali saya diancam, tidak boleh ikut kuliah dan registrasi semester, 2 kali dikeluarkan dari ruang ujian ketika ujian akhir semester, berlari-lari di gedung 3 jurusan karena dikejar dosen sadis. semua hanya karena rambut.
Semakin saya heran, apa relavansi rambut gondrong dengan prestasi kuliah? apakah rambut tumbuh subur karena memakan sel otak? tidak.. kesimpulan saya hanyalah, mayoritas orang sudah tenggelam dalam paradigma bahwa orang pintar dan sukses itu adalah orang dengan penampilan rapih, necis, rambut pendek, pakai kemeja dan jas, bercelana bahan kain warna gelap dengan dasi, dan sbgainya.. semua orang menilai tidak dengan nurani, mereka hanya menilai tampilan fisik saja, betapa bodohnya.
kampus saya kampus yang mempunyai banyak aturan bertele-tele, tidak penting, dan menghambat kreatifitas. contohnya ya itu tadi, rambut mahasiswa pria tidak boleh gondrong, menghadiri kuiah pun harus memakai seragam. Untuk apa coba semua itu? bagaikan mendidik kami hanya sebagai pegawai pandir seperti robot yang hanya bisa menurut dan disuruh-suruh sajakah? atau adakah alasan lain?
universitas, menurut gambaran plato (kalau tidak salah), merupakan tempat bertukar pikiran, dia selama hidupnya berkeliling kota dan bertukar kata dan pikiran dengan semua orang yang dia temui. suatu kali dia kumpulkan orang-orang itu dan diajaklah mereka berdiskusi tentang segala hal dengannya, itulah yang dia sebut university. jadi.
belajar itu membutuhkan suasana yang nyaman agar pembelajaran menjadi efektif dan kita dapat mengasah kreatifitas sampai batas tak terhingga dengan kreatifitas itu.
karena itulah semestinya universitas saya membebaskan kebutuhkan mahasiswanya unutk ber ekspresi dan menyalurkan bakat masing2 sehingga softskill pun akan meningkat. saya masih heran mengapa kampus kami tidak mencontoh perguruan tinggi lain yang membebaskan mahasiswanya untuk ber-ekspresi, terbukti lulusan2 mereka pun memang handal pada dunia kerja. jelas peraturan seragam dan rambut itu tidak ada relavansinya dengan apapun. hanya membodohi kita agar terus memakai otak kiri dan mematikan otak kanan.
saya makin heran, semua guru dan dosen selalu saja mengajarkan bahwa perbedaan itu indah, tapi mengapa mereka terus berkoar-tentang pentang pentingnya memakai seragam? Ingat, Tuhan pun mencintai perbedaan..
Menurut saya, jangan anda menilai buku dari sampulnya saja. jangan menilai orang dari penampilanya saja. orang dengan rambut gondrong, selengean, dan pakaian compang-camping belum tentu dia itu anak jalanan, bisa saja dia itu orang kaya, atau malah pemilik suatu perusahaan besar yang sedang mengekspresikan dirinya. Bahkan, pengemis atau gembel pun belum tentu bodoh, bisa saja dia itu jenius tak terhingga yang mungkin melebihi Einstein.
Oleh karena itulah, saya terus berusaha memandang dunia dengan mata hati dan nurani, karena tidak semua yang dilihat oleh mata itu benar, dan semua yang dirasakan oleh hati nurani akan menuju kebenaran. karena hati nuranilah salah satu penghubung manusia dengan sang pencipta.
berekspresilah kawan, bunuh semua paradigma negatif tentang dunia ini, lawan mereka semua yang telah dibodohi oleh sempitnya pandangan mereka sendiri. mari kita bangun dunia dengan hati nurani.
Do what you want to do..
Semakin saya heran, apa relavansi rambut gondrong dengan prestasi kuliah? apakah rambut tumbuh subur karena memakan sel otak? tidak.. kesimpulan saya hanyalah, mayoritas orang sudah tenggelam dalam paradigma bahwa orang pintar dan sukses itu adalah orang dengan penampilan rapih, necis, rambut pendek, pakai kemeja dan jas, bercelana bahan kain warna gelap dengan dasi, dan sbgainya.. semua orang menilai tidak dengan nurani, mereka hanya menilai tampilan fisik saja, betapa bodohnya.
kampus saya kampus yang mempunyai banyak aturan bertele-tele, tidak penting, dan menghambat kreatifitas. contohnya ya itu tadi, rambut mahasiswa pria tidak boleh gondrong, menghadiri kuiah pun harus memakai seragam. Untuk apa coba semua itu? bagaikan mendidik kami hanya sebagai pegawai pandir seperti robot yang hanya bisa menurut dan disuruh-suruh sajakah? atau adakah alasan lain?
universitas, menurut gambaran plato (kalau tidak salah), merupakan tempat bertukar pikiran, dia selama hidupnya berkeliling kota dan bertukar kata dan pikiran dengan semua orang yang dia temui. suatu kali dia kumpulkan orang-orang itu dan diajaklah mereka berdiskusi tentang segala hal dengannya, itulah yang dia sebut university. jadi.
belajar itu membutuhkan suasana yang nyaman agar pembelajaran menjadi efektif dan kita dapat mengasah kreatifitas sampai batas tak terhingga dengan kreatifitas itu.
karena itulah semestinya universitas saya membebaskan kebutuhkan mahasiswanya unutk ber ekspresi dan menyalurkan bakat masing2 sehingga softskill pun akan meningkat. saya masih heran mengapa kampus kami tidak mencontoh perguruan tinggi lain yang membebaskan mahasiswanya untuk ber-ekspresi, terbukti lulusan2 mereka pun memang handal pada dunia kerja. jelas peraturan seragam dan rambut itu tidak ada relavansinya dengan apapun. hanya membodohi kita agar terus memakai otak kiri dan mematikan otak kanan.
saya makin heran, semua guru dan dosen selalu saja mengajarkan bahwa perbedaan itu indah, tapi mengapa mereka terus berkoar-tentang pentang pentingnya memakai seragam? Ingat, Tuhan pun mencintai perbedaan..
Menurut saya, jangan anda menilai buku dari sampulnya saja. jangan menilai orang dari penampilanya saja. orang dengan rambut gondrong, selengean, dan pakaian compang-camping belum tentu dia itu anak jalanan, bisa saja dia itu orang kaya, atau malah pemilik suatu perusahaan besar yang sedang mengekspresikan dirinya. Bahkan, pengemis atau gembel pun belum tentu bodoh, bisa saja dia itu jenius tak terhingga yang mungkin melebihi Einstein.
Oleh karena itulah, saya terus berusaha memandang dunia dengan mata hati dan nurani, karena tidak semua yang dilihat oleh mata itu benar, dan semua yang dirasakan oleh hati nurani akan menuju kebenaran. karena hati nuranilah salah satu penghubung manusia dengan sang pencipta.
berekspresilah kawan, bunuh semua paradigma negatif tentang dunia ini, lawan mereka semua yang telah dibodohi oleh sempitnya pandangan mereka sendiri. mari kita bangun dunia dengan hati nurani.
Do what you want to do..
Thursday, March 18, 2010
Kebetulan dan Takdir, adakah?
Yea, let`s practicing again for the master plan. yah, menyambung entry sebelumnya, sebagai niat pengaktualisasian diri..
Today banget, saya baru isi pulsa, 5000 rupiah pula. sudah beberapa lama sengaja tidak mengisi demi mencoba hidup tanpa handphone di zaman teknologi informasi ini. hasilnya, seru kawan. hidup tak ada beban..
ada yang sms nanya tugas, ngajak rapat, ngajak maen, ngajak naik gunung, titip absen kuliah, pengen curhat, dan rupa2, semua tidak saya balas berhubung pulsa ga ada pun hape dimatikan. mencoba berprinsip 'I`ll come when i want, if i want, wherever i want' selama beberapa waktu. enak, kalo ditanya kenapa ga dateng? kenapa ga bales? bilang aja ga ada pulsa, hape mati. jujur saja.. "MAN GOTTA DO WHAT MAN GOTTA DO!!!"
karena tak ber-'wanita', jadi non problemo lah kalau ga mikirin pulsa hape dan harus nge-sms, gara2 sang 'wanita' butuh perhatian.
kembali ke topik. sebenarnya, niat saya isi pulsa hanya karena telah memasuki masa tenggang. gawat juga kalau diblokir, para kolega niscaya akan kesulitan menghubungi. itu juga kebetulan gara2 teman sekampus yang kebetulan ketemu berprofesi sampingan sebagai tukang jualan pulsa keliling, jikalau tidak bersua mungkin saja handphone ini tak akan berisi pulsa.
Anehnya, setelah beberapa lama, tiba2 perangkat komunikasi saya bergetar syahdu. ternyata ada sms dari seseorang yang sampai saat ini mungkin belum bisa saya lupakan, namun kami amat jarang berkomunikasi. Isinya cuman ngajak ngobrol, bagaimana hati tak berbunga kawan? Okey, saya melebih-lebihkan, sebenarnya tidak suka2 amat sih..
Ini wanita ga ada matinya, selalu bermain-main di hati, menyusuri urat nadi setelah merangkul detak jantung dan menebar pesona ke seluruh tubuh hingga ditangkap oleh indra dengan romantika sendu tak berharap.
Aneh tidak sih? setelah beberapa minggu ga bales sms orang, begitu isi pulsa, langsung sang pujaan lama kembali membuka tirai hatinya yang belum tentu untukku. Kebetulankah? Takdirkah?
Mungkin saya lebih nyaman menyebutnya takdir, karena tidak ada suatu kebetulan di dunia ini kawan, semua sudah ada yang mengatur dan merencanakan. Karena itulah, KEBETULAN HANYALAH MERUPAKAN CARA TUHAN UNTUK MEMPERLIHATKAN KE-ANONIMAN-NYA
Today banget, saya baru isi pulsa, 5000 rupiah pula. sudah beberapa lama sengaja tidak mengisi demi mencoba hidup tanpa handphone di zaman teknologi informasi ini. hasilnya, seru kawan. hidup tak ada beban..
ada yang sms nanya tugas, ngajak rapat, ngajak maen, ngajak naik gunung, titip absen kuliah, pengen curhat, dan rupa2, semua tidak saya balas berhubung pulsa ga ada pun hape dimatikan. mencoba berprinsip 'I`ll come when i want, if i want, wherever i want' selama beberapa waktu. enak, kalo ditanya kenapa ga dateng? kenapa ga bales? bilang aja ga ada pulsa, hape mati. jujur saja.. "MAN GOTTA DO WHAT MAN GOTTA DO!!!"
karena tak ber-'wanita', jadi non problemo lah kalau ga mikirin pulsa hape dan harus nge-sms, gara2 sang 'wanita' butuh perhatian.
kembali ke topik. sebenarnya, niat saya isi pulsa hanya karena telah memasuki masa tenggang. gawat juga kalau diblokir, para kolega niscaya akan kesulitan menghubungi. itu juga kebetulan gara2 teman sekampus yang kebetulan ketemu berprofesi sampingan sebagai tukang jualan pulsa keliling, jikalau tidak bersua mungkin saja handphone ini tak akan berisi pulsa.
Anehnya, setelah beberapa lama, tiba2 perangkat komunikasi saya bergetar syahdu. ternyata ada sms dari seseorang yang sampai saat ini mungkin belum bisa saya lupakan, namun kami amat jarang berkomunikasi. Isinya cuman ngajak ngobrol, bagaimana hati tak berbunga kawan? Okey, saya melebih-lebihkan, sebenarnya tidak suka2 amat sih..
Ini wanita ga ada matinya, selalu bermain-main di hati, menyusuri urat nadi setelah merangkul detak jantung dan menebar pesona ke seluruh tubuh hingga ditangkap oleh indra dengan romantika sendu tak berharap.
Aneh tidak sih? setelah beberapa minggu ga bales sms orang, begitu isi pulsa, langsung sang pujaan lama kembali membuka tirai hatinya yang belum tentu untukku. Kebetulankah? Takdirkah?
Mungkin saya lebih nyaman menyebutnya takdir, karena tidak ada suatu kebetulan di dunia ini kawan, semua sudah ada yang mengatur dan merencanakan. Karena itulah, KEBETULAN HANYALAH MERUPAKAN CARA TUHAN UNTUK MEMPERLIHATKAN KE-ANONIMAN-NYA
Teknologi Adalah Untuk Orang Yang Malas dan Kurang Pintar
Ironis memang, bagi saya, semakin maju zaman, semakin membuat orang bodoh dan malas.
contoh: teman2 saya berangkat dari kosan ke kampus (yang berjarak hanya 10 menit berjalan) setiap hari pakai motor. Jikalau motor lg 'not available', eh, males kuliah mereka jadinya.
contoh2: waktu lagi ujian mata kuliah yang saya lupa judulnya, semua memakai kalkulator, padahal itung2an nya cmn gitu2 doang, kali, tambah, bagi, kurang. dan bagi saya mahasiswa yang ber-IPK sementara 2,54, amat sangat bisa dihitung nalar atau manual, sekaligus mengasah otak.
contoh3: banyaklah pokoknya contohnya, mungkin anda bisa menambahkannya..
intinya,
Teknologi dikembangkan untuk mengimbangi degadrasi kemampuan otak manusia.
apakah itu sebabnya orang zaman dulu sakti2? setujukah anda jika sebenarnya mereka tidak butuh teknologi karena mereka sudah bisa melakukan berbagai hal?
contoh: teman2 saya berangkat dari kosan ke kampus (yang berjarak hanya 10 menit berjalan) setiap hari pakai motor. Jikalau motor lg 'not available', eh, males kuliah mereka jadinya.
contoh2: waktu lagi ujian mata kuliah yang saya lupa judulnya, semua memakai kalkulator, padahal itung2an nya cmn gitu2 doang, kali, tambah, bagi, kurang. dan bagi saya mahasiswa yang ber-IPK sementara 2,54, amat sangat bisa dihitung nalar atau manual, sekaligus mengasah otak.
contoh3: banyaklah pokoknya contohnya, mungkin anda bisa menambahkannya..
intinya,
Teknologi dikembangkan untuk mengimbangi degadrasi kemampuan otak manusia.
apakah itu sebabnya orang zaman dulu sakti2? setujukah anda jika sebenarnya mereka tidak butuh teknologi karena mereka sudah bisa melakukan berbagai hal?
Wednesday, March 17, 2010
Stagnansi V.S Dinamisasi
Lelah, datang kembali distimulasi oleh beratnya aktifitas yang mungkin dipaksakan, tidak pernah diundang. Yang saya rasakan sekarang, betis kram, lengan pegal, dada sesak. Semua akibat dari niat agung dengan pelaksanaan bodoh. Saya berniat mengembalikan kondisi tubuh yang dirasa sedang di titik terendah dengan mencoba lari di sabuga. Agar lebih cepat fit, saya berpikiran menuju sabuga dengan sepeda, lalu lari sekuatnya minimal 30 menit. Ternyata bersepeda menuju TKP sudah pegal betis, namun saya paksakan jogging lagi dan dapat sebanyak 13 keliling lalu push-up. Belum terasa capai, langsung saya menuju kembali ke rumah dengan bersepeda. Baru sampai rumah mulai terasa derita. Esok harinya, ternyata tambah luar biasa deritanya.
Itu semua saya lakukan unbtuk mulai meninggalkan kestatisan hidup yang tak melahirkan suatu karya apapun. Sebenarnya, akhir2 ini saya berniat keluar dari stagnansi hidup. Di relung kalbu ini terasa ada sesuatu yang kosong, berlubang dan hampa. Saya tidak menghasilkan suatu karya apapun pada keseharian saya. Niatnya esok harinya setelah jogging di sabuga, saya ingin menuju dago pakar dan mengabadikan beberapa momen yang menurut saya indah untuk kemudian mungkin dapat dikirimkan ke suatu redaksi yang mungkin akhirnya membawa saya ke panggung teratas dunia jurnalistik dan fotografi serta memenangkan pulitzer. Tapi terhalang oleh kondisi fisik yang tak memadai, akibat dari niat positif yang dilaksanakan dengan proses yang kurang positif. Percobaan kabur ke alam dinamis itu.
Sungguh, ingin saya keluar dari stagnansi hidup yang hanya berupa bangun tidur; buang air sambil merokok (jadi ingin menyalakan sebatang; kuliah; stay-tune depan komputer; login facebook, kaskus, FN, terkadang bokep; makan; dan hal2 rutinitas lain yang tak menghasilkan. Ingin rasanya mengisi kekosongan jiwa dengan aktualisasi diri. Minat saya adalah menulis, fotografi, backpacking, wirausaha, musik. Namun semuanya tidak ada permulaan untuk menghasilkan suatu karya yang dapat membuktikan eksistensi diri. Saya ingin keluar dari kestatisan semua itu, mengisi dimensi waktu dengan hal2 lain, memberikan sesuatu pada orang lain, menambal kosongnya nurani yang telah menahun.
Entah mengapa, tapi motivasi selalu ada, niat selalu hadir, fasilitas selalu tersedia, namun memulai selalu saja menjadi halangan berkarya. Jadi, apa sebenarnya bentuk perwujudan para penghalang itu?
Harapan saya, semoga tulisan ini menjadi awal baru bagi dinamisasi rutinitas hidup saya untuk berkarya, berbagi, mengisi kekosongan jiwa dan aktualitasi diri. Sehingga berujung pada kebahagiaan lahir dan juga batin.
Penulis, Fotogrtafer, Backpacker, Penggiat alam, Musisi, Sastrawan, Ahli Sejarah, Orang yang merecoki Pemerintah, Bagian dari kaum minoritas, Bertemu pasangan hidup ketika travelling, Menjadi sumber inspirasi keluarga dan masyarakat, Taat beragama.. Akan saya penuhi semuanya..
aamiin..
Itu semua saya lakukan unbtuk mulai meninggalkan kestatisan hidup yang tak melahirkan suatu karya apapun. Sebenarnya, akhir2 ini saya berniat keluar dari stagnansi hidup. Di relung kalbu ini terasa ada sesuatu yang kosong, berlubang dan hampa. Saya tidak menghasilkan suatu karya apapun pada keseharian saya. Niatnya esok harinya setelah jogging di sabuga, saya ingin menuju dago pakar dan mengabadikan beberapa momen yang menurut saya indah untuk kemudian mungkin dapat dikirimkan ke suatu redaksi yang mungkin akhirnya membawa saya ke panggung teratas dunia jurnalistik dan fotografi serta memenangkan pulitzer. Tapi terhalang oleh kondisi fisik yang tak memadai, akibat dari niat positif yang dilaksanakan dengan proses yang kurang positif. Percobaan kabur ke alam dinamis itu.
Sungguh, ingin saya keluar dari stagnansi hidup yang hanya berupa bangun tidur; buang air sambil merokok (jadi ingin menyalakan sebatang; kuliah; stay-tune depan komputer; login facebook, kaskus, FN, terkadang bokep; makan; dan hal2 rutinitas lain yang tak menghasilkan. Ingin rasanya mengisi kekosongan jiwa dengan aktualisasi diri. Minat saya adalah menulis, fotografi, backpacking, wirausaha, musik. Namun semuanya tidak ada permulaan untuk menghasilkan suatu karya yang dapat membuktikan eksistensi diri. Saya ingin keluar dari kestatisan semua itu, mengisi dimensi waktu dengan hal2 lain, memberikan sesuatu pada orang lain, menambal kosongnya nurani yang telah menahun.
Entah mengapa, tapi motivasi selalu ada, niat selalu hadir, fasilitas selalu tersedia, namun memulai selalu saja menjadi halangan berkarya. Jadi, apa sebenarnya bentuk perwujudan para penghalang itu?
Harapan saya, semoga tulisan ini menjadi awal baru bagi dinamisasi rutinitas hidup saya untuk berkarya, berbagi, mengisi kekosongan jiwa dan aktualitasi diri. Sehingga berujung pada kebahagiaan lahir dan juga batin.
Penulis, Fotogrtafer, Backpacker, Penggiat alam, Musisi, Sastrawan, Ahli Sejarah, Orang yang merecoki Pemerintah, Bagian dari kaum minoritas, Bertemu pasangan hidup ketika travelling, Menjadi sumber inspirasi keluarga dan masyarakat, Taat beragama.. Akan saya penuhi semuanya..
aamiin..
Subscribe to:
Posts (Atom)