Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger

Friday, December 28, 2012

Untuk Kalian Kawan di Kampus Biru

Rangkaian bunga, pelukan hangat, senyum dan tawa, serta dangdut keliling..


Yayaya, di 26 maret itu kami berbalut kemeja jas dan kebaya, pukul 07.30 berkumpul di lapangan futsal butut di depan gedung serba guna kampus dan mengenakan toga. Briefing dari panitia wisuda telah terucap, jangan mengipas-ngipas topi toga di dalam gedung, hanya itu yang saya ingat..

Tak cukup 4 tahun kami bermain bersama. Sehingga akhirnya kami 'kompakan' untuk memperpanjang waktu bermain selama satu semester. Bukan karena bodoh dan telat lulus, kami hanya mencari momen tinggalkan kampus dengan orang-orang terdekat, orang-orang setongkrongan, orang-orang se tim sepakbola, orang-orang teman mengulang kuliah, atau lebih gampangnya sebut saja orang-orang t*l*l.

Aah, sambutan-sambutan yang terasa lama tidak lagi menjemukan, karena gedung itu penuh dengan senyum dan canda dari orang-orang kepanasan yang menghiraukan arahan untuk tidak mengipaskan topi toga. Satu persatu kami dipanggil untuk penyerahan 'ijazah kosong' dan jabatan tangan petinggi kampus. Kawanan t*l*l yang dipanggil tidak ada yang maju dengan 'normal'. Foto-foto di layar yang aneh (bersama boyband, berpenampilan preman, dll), lompat ke panggung, dadah-dadah ke wisudawan di atas panggung, dan hal tak lazim lainnya.

Semua wisudawan telah menerima 'ijazah kosong' nya. Para cum laude dipanggil maju untuk memberi setangkai bunga pada orang tuanya di dalam gedung, suasana agak mengharukan.. Salah satu dari kami yang belum sempat cum laude ikut berdiri, ikut menghampiri orangtuanya, tidak dengan bunga, tapi dengan kue-kue dalam kotak untuk snack wisudawan. Suasana haru agak sedikit goyah dengan gelak tawa. Namun tidak dengan sang ibu 'oknum kue' itu yang tetap menitikkan airmata. Entah bangga akan anaknya yang tidak cum laude namun berani berdiri di tengah 'orang-orang pintar', ataukah malu dengan tingkah buah hatinya.

Janji wisuda diucapkan, kawanan t*l*l malah masuk ke toilet gedung dan membakar beberapa batang rokok sehingga tidak ikut mengucap janji lulusan. setelah beberapa hisapan nikotin, dosen ada yang datang, memarahi kami untuk kembali ke tempat duduk. Kami yang sudah terbiasa didaprat dosen hanya tertawa, "Udah lulus masih aja dimarahin dosen, bego lo.",ucap kami pada sesama.

Semua wisudawan keluar gedung, arak-arakan masing-masing unit dimulai. Sebagian langsung bersama keluarga dan sebagian lagi diarak keliling kampus oleh para juniornya. Rangkain bunga-bunga dari kawan, lawan, pacar, mantan, junior, senior banyak tertenggam di tangan kami para kawanan wisudawan t*l*l.

Setelah arak-arakan dan berfoto bersama keluarga, kami para wisudawan t*l*l kembali ke pinggir lapangan futsal. Disana telah tersedia dangdut gerobak keliling yang sengaja kami sewa beberapa hari lalu untuk memeriahkan hari bahagia kami, untuk membuat kami berbeda dari yang lain, untuk berucap pada dunia "kami memang selengean tapi kami lulus dan akan lebih sukses dari kalian".

Dangdutan berjalan meriah, biduan montok itu menyanyikan berbagai tembang meski agak malu-malu diiringi teman organ tunggalnya disebelah gerobak sound system mereka. Para wisudawan lain datang dan ikut berjoged bersama, para junior yang sekedar lewat memandang aneh kami sambil tertawa. Yah, memang dangduttan keliling setelah prosesi wisuda bukan hal yang normal di kampus kami.

Yah, dangdutan menutup acara kami. Satu persatu kawanan t*l*l meninggalkan 'venue' acara dan sebagian lagi melanjutkan acara dengan ber haha-hehe di kantin kampus untuk beberapa waktu dan kemudian akhirnya pulang ke rumah dan keluarga masing-masing.

Dan ternyata akhir studi kuliah kami ditutup dengan DANGDUT KELILING..

Sampai jumpa di lain waktu kawan. Kelak jika kita bertemu kita masih akan setolol dulu. Dan jika diantara kami tiba-tiba terkenang dan rindu akan semua ini, kami akan angkat telpon dan hubungi kami-kami yang lain.

Ngantin nyok..


*Foto dari dana, tessa, eci, dll.. Thx




Thursday, December 13, 2012

Buleut Dalam Irama Bazaar, 12.12.12

Pagi itu para mahasiswa masih sedikit, mungkin ada yang ketiduran, ada yang malas kuliah, atau bermain game online di kosan masing-masing.


Komunitas Buleut kembali menggelegar, kali ini kami berkegiatan di kota Bandung dalam event Bazaar Rupa-Rupi oleh HIMASRA Universitas Pendidikan Indonesia yang digelar di kampus UPI Bandung pada tanggal 12 Desember 2012. Kegiatan kami memang tidak seperti biasanya, kali ini ini kami membuka stand di acara bazaar ini untuk promosi komunitas agar mendapatkan regenerasi yang akhir-akhir ini agak 'seret'.

3 hari sebelumnya technical meeting diadakan, namun berhubung banyak anggota yang sedang sibuk di kegiatan masing-masing, akhirnya diutus 2 orang anggota yang agak 'kurang betul'. Technical Meeting diadakan pada pukul 8 sampai 12, dan 2 orang utusan pun datang tepat waktu pada pukul 12.30, setengah jam setelah kegiatan berlangsung. Panitia bazaar yang baik hati akhirnya memaklumi dan mem-briefing para utusan ini, semuanya pun akhirnya berjalan lancar dan aman serta terkendali.

Hari-H, seluruh anggota diinstruksikan berkumpul di Sekretariat Buleut, Jalan Padasuka no 147 Bandung pada pukul 07.00 untuk 'pick-up' logistik sedangkan yang lainnya menjemput kakek "Kamesenin" di bilangan Cimahi yang bertugas menyemarakkan acara. Semuanya terkondisikan 'tepat' pukul 08.00 di UPI Bandung. Dekorasi pun segera dilakukan sembari menghadiri persemian pembukaan Bazaar oleh para panitia.



Jin Kura-Kura (Kamesenin)
Stand pada pagi hari masih sepi pengunjung karena memang para mahasiswa yang lewat masih sedikit (mungkin mereka malas kuliah pagi atau ketiduran atau malah sedang main game online di kosan masing-masing). Kami pun kerahkan kakek "Kamesenin" yang ber-cosplay sebagai jin kura-kura dalam serial Dragon Ball untuk berpose menarik perhatian pengunjung. Sungguh, kakek ini mirip sekali dengan tokoh kartun itu. Perlahan-lahan stand kami ramai dikunjungi banyak orang, selain karena kami satu-satunya komunitas yang mengisi bazaar, mungkin dikarenakan kami membagikan makanan-makanan kecil dengan gratis, hehehe..

Sekitar pukul 10.00 datanglah 2 orang anak kecil kelas 2 SD bernama pai dan deni yang berkunjung di stand kami untuk sekedar bermain, ini diluar perkiraan karena kami kurang memperhitungkan kehadiran anak kecil di sebuah kampus, namun sykurlah kami selalu membawa peralatan bermain anak kemanapun kaki kami melangkah bersama. Lucunya mereka berdua bertolak belakang dalam segi sifat. Deni amat sangat 'cengos' hiperaktif sedangkan Pai anaknya sangat tenang namun tidak pendiam. Deni dan Pai menggambar, mewarnai, belajar memfoto, dan berkarya macam-macam. Anak dari pemilik stand sebelah pun datang berkunjung ke stand kami melihat kemeriahaan yang menggema dari stand kami meski dia datang dengan malu-malu. Dan akhirnya mereka pun bermain bersama anak-anak pengunjung lainnya hingga sore hari.

Kegiatan promosi komunitas pun berjalan lancar ditandai oleh banyaknya pengunjung yang datang dan tertarik mendengar kegiatan kami. Ada mahasiswa, guru SLB, dosen UPI, ibu hamil, mahasiswa S2, seniman dan lain-lain. Mereka mengguratkan nama dan kontak mereka dalam buku tamu kami dengan harapan pemberitahuan kegiatan kami selanjutnya, yang banyak dari mereka berikrar ingin menghadiri dan mengikuti kegiatan-kegiatan kami selanjutnya.

Setelah jam makan siang, bala bantuan berdatangan. Anggota kami yang tak sempat hadir di pagi hari berdatangan, orang cileunyi, orang buah batu, orang antapani, dan orang-orangan pun hadir memberi bala bantuan. Semakin ramai sajalah stand kami.

Semakin, siang, semakin sore, semakin malam. Stand kami makin ramai dan meriah yang mungkin sebagian besar disebaban acara Bazaar yang memang seru dan stand-stand tetangga yang menarik. Menjelang sore, buku tamu terlihat penuh dan anak-anak sudah semakin lelah. Mentari mulai beringsut pulang diselingi pelukan ratu malam yang sebentar lagi bertahta. Acara Bazaar pun berakhir pada pukul 18.00.

Sebagian dari kami pulang ke rumah masing-masing, sebagian lagi beramai-ramai menuju rumah kakek Kamesenin untuk mengadu tembakau. Yayaya, akhirnya Buleut kembali menebar indahnya senyum pada sesama dan memberikan hangatnya pelukan bagi anak-anak kecil. Semoga misi promosi dan regenerasi kali ini berhasil dan tawa serta tari bocah-bocah itu pun kembali menular dan menggema..

Wassalam..

Saturday, July 21, 2012

Buleut, 15 Juli 2012

"ada tukang sosis di sebelah kita yang suka resek"

Yak, tertanggal 15 Juli 2012 berpukul 05.30 bertempat Car Free Day Dago Bandung, kawan-kawan "Budak Leutik" berikrar akan bertemu dengan kegiatan acara promosi komunitas dan 'warming up' menuju Hari Anak Nasional (23 Juli) dan sebuah acara yang akan dilaksanakan pada bulan suci Ramadhan bersama komunitas Pensil Kertas.

Sebenarnya tidak sampai satu minggu alokasi waktu yang direncanakan untuk menyiapkan lapak dan printilan-printilan di acara promosi ini. Hanya koordinasi lapak car free day, serta properti permainan tradisional dan alat tulis dan white board dan kertas warna dan gunting dan kamera dan lain sebagainya (Pokoknya printilan lah). Tidak sulit memang, namun pikiran agak terfokuskan dengan printilan yang memang rawan terlupakan. Printilan memang hebat bisa memasuki alam bawah sadar kami. Pokoknya... hidup Printilan.

H-beberapa hari, kami sudah berkoordinasi untuk lapak acara promosi ke komunitas pensil kertas yang notabene sudah lama melanglangbuana di jagat Car Free Day. Pada acara CFD terakhir, tim survey kami yang memang sudah berniat mencari lapak, menemukan komunitas pensil kertas yang sedang berkegiatan dengan lapak cukup besar di depan pintu masuk rumah sakit Boromeus. Nah, basa-basi pun dilakukan untuk memuluskan niat nebeng lapak kami. 

Follow up dilakukan di Markas Besar pensil kertas beberapa hari setelahnya, setelah berkoordinasi tim internal di Monumen Perjuangan Bandung, tim "Buleut" meluncur ke daerah Kircon untuk membicarakan teknis 'penebengan lapak' bersama Pensil Kertas. "Boleh kalo lapaknya mau gabung, lagian Car Free Day bebas kok pake tempatnya, gratis pula, siapa datang pagi dia dapat.. cuman ada tukang sosis di sebelah kita yang suka resek meskipun dia datangnya agak siang." Oke, negosiasi berjalan mulus dan kamipun kembali berkutat ke Printilan.

Di hari pelaksanaan,   kami sudah janjian pukul 05.30, namun apa daya kantuk memang juara satu, sehingga akhirnya kami pun berkumpul dan setting lapak pukul 07.30. Sebenarnya sudah ada satu korban tim buleut yang standby sendiri dari pukuk 06.00 namun apa daya Printilan tidak ada padanya. Jadi hanya menjaga lapak berdua bersama satu orang dari komunitas pensil kertas yang bernasib sama. Sempat ada komunitas lain yang tiba-tiba duduk dan menggelar tikar, namun kami penjaga lapak dengan gagahnya bernegosiasi dengan mereka, semua aman, semua senang. Dan akhirnya semua tim kami berkumpul, mengatur design, layout, dan lain sebagainya.

Stand kami amat meriah. Ada Wall of Fame, permainan congklak, ramal kartu tarot, tempat menggambar, papan tulis komentar, live acoustic music, dan lain sebagainya. Awalnya, peserta CFD hanya melirik-lirik saja stand kami, nampak masih malu-malu. Namun dengan kesegitan kakak-kakak buleut dan pensil kertas kami pun approaching mereka sehingga akhirnya berkunjung dengan hati riang gembira ke lapak kami. Stand pun ramai, ada yang menulis di wall of fame, ada yang bernyanyi riang dengan lagu anak-anak yang hampir punah, ada yang asyik menggambar, ada yang diramal dengan kartu tarot (banyaknya cewek), ada pun yang membeli pin kami dengan harga Rp. 5000++. (++ itu adalah tambahan harga bukan pajak karena keikhlasan pembeli). Semua sibuk dengan air muka cerah yang riang, bapak, ibu, anak, kakak, adik, semua berkegiatan di stand kami.

Untuk keperluan dokumentasi komunitas dan penyambutan hari anak nasional, kami menyediakan beberapa papan white board untuk ditulisi oleh pengunjung lapak yang isinya berupa komentar, harapan, atau apapun untuk anak-anak Indonesia. Komentar pun bermacam-macam sesuai latar belakang para pengunjung. Komunitas epeda dengan banyolannya "Ikuti kata kak seto", Bapak-Ibu senior dengan komentar bijaknya "Terus maju anak-anak Indonesia, kalian harapan kami.", Ibu muda dengan keluhannya "Anak sekarang terlalu banyak main video games", pecinta musik Punk dan penggembala anjing yang sayang komentarnya tidak terdokumentasikan.

Sampai sekitar pukul 09.00 stand masih ramai, malah makin ramai. Anak-anak yang berkunjung ada yang menggambar bersama pensil kertas, ada yang bermain, ada yang menyanyi, ada yang asyik bervandalisme di wall of fame kami. Bapak ibu dan kaum remajanya asyik di ramal dengan kartu tarot dengan wajah heran namun tertarik dan penasaran. 

Di salah satu momen, ada anak-anak yang malu-malu bergabung di lapak kami, hanya melihat dengan wajah penasaran dan terkesan 'jutek'. Nah terpanggilah jiwa jahil kakak-kakak Buleut untuk menggoda anak ini karena awalnya si anak ini terus 'somseu' tidak mau masuk meski sudah dibujuk orangtuanya juga. Tetapi, setelah dengan senyuman, sentuhan, serta candaan dan jahilan akhirnya dia pun main di lapak kami sampai harus dibujuk lagi oleh orangtuanya untuk segera pulang. 

Yah, terlihat kakak-kakak dari Buleut pun menikmati acara, apalagi melihat anak-anak kecil dengan senyum dan tawa serta gerak lincah khasnya, makin senanglah para kakak-kakak.

Oke, untuk penulis artikel ini, waktu sudah habis dan harus menghadiri kegiatan lain di kawah upas gunung tangkuban perahu. Jadi mungkin laporan  dengan sangat menyesal harus terhenti disini.. Padahal acara masih berjalan sekitar kurang lebih satu jam lagi. Namun apa daya, yang penting masalah printilan sudah aman tentram dan senyuman riang anak-anak sudah semakin mewabah.


Angga Adhi Perdana

Wednesday, May 9, 2012

Secuplik Sunda dan ke-isme-an



Tanah sunda, dengan budaya khas dan unik yang "digosipkan" merupakan salah satu suku tertua di dunia. Kearifan lokal yang agung, budaya yang khas dengan tawa dan canda, tanah yang subur, bahkan ilmu klenik yang tidak kalah dengan suku dengan suku lain, serta para wanita nya yang indah mempersona, apalah yang kurang dari tanah ini?


 Kepopuleran sunda terlihat meningkat di lingkungan negeri ini. Banyak film bahkan sinetron yang berlatar belakang kehidupan rakyat sunda.  Pemakaian "atuh", "mah", "ujang", "geulis", dan lain lain mulai banyak dipakai di berbagai media massa nasional. Pemakaian bahasa sunda di kalangan rakyat sunda sendiri pun juga digalakkan. "Ulah era make basa sunda", "ulah isin nyarios sunda di lembur nyalira" banyak terpampang di berbagai media lokal. Memang di satu sisi, hal-hal ini sangat positif untuk masyarakat sunda sendiri, namun sayangnya menjadi ke-isme-an negatif di beberapa kalangan pemuda nya, bahkan "sesepuh" nya sendiri.



http://peepindonesia.com/longser-sunda/
Saya tumbuh dan besar di tanah sunda, dengan ayah kelahiran palembang dan ibu yang lahir di semarang. Dari beberapa kota yang sempat saya "huni", menurut saya akhir-akhir ini para pemuda sunda sangat bangga dengan ke-sunda-an nya. Sayangnya, saya melihat dan merasakan beberapa kumpulan oknum yang rasa kesukuannya terlalu besar sehingga mereka menutup mata dan hampir selalu menolak budaya dan masyarakat dari suku bangsa yang lainnya. "ah, dia mah orang jawa", "ah, dia mah orang batak", "ah, dia mah orang ambon", "pantesan aja mereka nyebelin", "saya ga mau dapet jodoh orang sana", "lagu daerah situ ko jelek sih? bikin ngantuk, ga nyeni.". Sering saya dengar kalimat kalimat itu di tanah jawa barat.


Ironisnya ditengah penolakan terhadap suku budaya bangsa sendiri, mereka terima-terima saja cekokan budaya luar negeri yang notabene beberapa darinya tidak sesuai dengan etika bangsa Indonesia. Jadi secara kasar: menolak keluarga sendiri, tapi mengayomi teman di luar lingkungan keluarga.

bujanggamanik.wordpress.com/
category/carita-si-kabayan/

Mungkin karena saya kurang lama mengamati dan kelalaian panca indera saya sendiri, pemuda suku daerah lain yang pernah saya tinggali tidak menunjukkan ke-isme-an seperti ini namun tetap bangga denga budaya lokal mereka masing-masing. Budaya dan masyarakat sunda diterima, bahkan banyak yang tertarik untuk mempelajarinya. Namun di jawa barat, jarang saya lihat ada yang tertarik dan mendalami budaya lokal lainnya.

Memang butuh pelestarian untuk tetap menjaga budaya sendiri tetap eksis dan tidak punah. Namun sangat disayangkan jika ada sifat sinisme kepada budaya lokal lain. Bayangkan jika semua suku bangsa bersifat seperti ini. Akan terbentuk negara Sunda, Negara Jawa, Negara Dayak, Negara Bugis, dsb. Negara Indonesia akan menjadi hanya tinggal kenangan.




 Mungkin ada yang berpendapat bahwa pandangan saya salah, namun saya hanya menyampaikan apa yang saya rasakan. Secuil kecil kekecewaan terhadap masyarakat sendiri. Saya mencintai tanah sunda, tapi rasa cinta ini belum bisa sebesar rasa cinta pada Indonesia.



Sunday, April 22, 2012

Tribute untuk Ayahku


Waktuku kecil ayahku senang menjahiliku dengan mengunci pergelangan tanganku dalam gengamannya. Aku selalu mencoba melepasnya, dari hari ke hari, dan ternyata hanya rengekan yang bisa melepaskannya. Dan ayah hanya akan tersenyum bahkan tertawa setelah melepaskannya. Ayah memang hobi bercanda.
 
http://www.salon.com/2011/06/18/vagabond_father_open2011/
Ketika aku memasuki jenjang sekolah dasar, banyak barang yang aku inginkan, banyak waktu ketika aku harus merengek untuk mendapat sesuatu, Ayah hanya berkata “nanti, dipikirin dulu”. Dan hasilnya, tidak selalu nihil. Ayah tahu apa yang aku butuhkan dan apa yang tidak untukku. Bahkan ketika aku dibelikan sebuah console video game, semput aku berebut dengan ayah untuk memainkannya. Pernah ayah sakit untuk beberapa lama dengan sebab yang tidak dapat diketahui, tidak bisa bekerja dan selalu hadir di tempat tidur dan suatu waktu ayahku shalat dengan sangat – sangat khusyuk, dan alhamdulillah keadaannya membaik, dan kehidupannya dan kami pun membaik, suatu cobaan yang berat telah dilalui... Pernah aku mengambil sejumlah uang dari dompetnya tanpa izin hanya untuk membeli sesuatu yang bodoh, sebongkah es kering untuk dimasukkan ke dalam bak mandi. Ketika ayah mengetahuinya, dia memarahiku sengan keras, dan amarahnya berakhir dengan “kalo mau apa – apa bilang dulu, jangan jadi pembohong”. Ayah memang menakutkan jika sedang marah, tetapi tidak pernah “main tangan”.


Aku masuk SLTP, pulang pergi dengan angkot. Untuk bekal uang sekolah ayah sering memberi lebih, mungkin dia mengetahui bahwa semakin besar umurku, semakin besar kebutuhanku. Bahkan terkadang aku bisa bernegosiasi “gaji harianku” sebagai anak dengan ayah. Ayah mendukung penuh ketika aku terpilih sebagai perwakilan Jambore Nasional, semua kebutuhanku dipehuninya, bahkan saat aku menyerah ayah tak lelah mendukungku meski dengan agak keras. Aku pertama kali berpacaran di masa ini, ayah pernah memarahiku karena tagihan telepon rumah membengkak sangat drastis. Bekerjasama dengan ibu, ayah menjebakku sehingga aku mengaku bahwa penyebab besarnya tagihan telepo adalah seorang wanita pujaanku. Tetapi akhirnya ayah tidak masalah dengan wanitaku, hanya disuruh membatasi komunikasi via teleponku saja. Ayah mengerti aku baru mulai akan mengenal dunia.

Ayahku

Masa SMA, masa paling sering aku berselisih dan bertengkar dengan ayah. Memang tabiatku agak melenceng di saat itu, darah mudaku yang baru bergejolak selalu mendapat tentangan dari ayah. Aku tahu maksud ayah pasti baik, namun entah, aku pada saat itu memang amat bebal. Ayah membelikaknku sepeda motor, dia berkata “biar kamu ga cuman bisa liat temen-temen kamu pake motor”. Kami berdua memodifikasi sepeda motor itu, tidak jelek juga hasilnya.. Aku pertama touring jarak jauh ayah tak melarangku, mungkin dia pun teringat masa mudanya yang penuh lika liku. Tak jarang kami saling tak berbicara untuk beberapa hari, namun ayah hampir selalu mengalah dengan gaya khasnya yang seolah sudah melupakan semua masalah kami disertai senyum ataupun tawa ditengah beberapa amarahnya yang mencekam. Ketika kami berselisih, pasti ibu yang selalu menjadi mediator antara kami, namun tetap aku dan egoku tak mau mengalah, begitupun ayah. Masa – masa penuh perselisihan ini entah bagaimana akhirnya terlewati. Satu hal yang mengherankanku, Ayah punya teman dimana – mana, dari tukang parkir sampai bos – bos perusahaan. Pada hari lebaran pun berpuluh parcell datang ke rumah kami ditujukan kepada ayahku. Salut..


http://discoveringdad.net/discovering-dad-blog-carnival-march-2010/
Akhirnya akupun kuliah. Tahun pertama dan kedua, aku lewati dengan mental yang lebih dewasa sehingga aku jarang berselisih dan bertengkar dengan ayah. Sudah jarang kulihat ayah marah. Aku mulai sering berkegiatan mendaki gunung saat itu, entah bagaimana teman – teman ayah selalu tahu bahwa aku baru saja “turun gunung”. Mungkin ayah selalu bercerita pada mereka, mungkin ayah bercerita sembari membanggakanku kepada teman-temannya, mungkin ayah memang bangga padaku yang melakukan kegiatan positif yang dulu pun dia senang melakukannya. Motor baruku kadang dipakai ayah untuk touring bersama rekan kantornya, aku hanya bisa tersenyum, ‘masih ngoboi juga ternyata ayahku’. Ketika aku mulai ketahuan menghisap rokok pun ayah tiba – tiba selalu membeli dua jenis rokok. Yang sering aku ambil tanpa izin. Tapi tetap ayah selalu menyindirku, tidak membebaskanku menghisap batang rokok. Mungkin ayah mengerti bahwa aku memang telah terjebak rokok seperti dirinya, namun belum bisa ikhlas menerima fakta bahwa anaknya pun ikut merusak diri sendiri.


http://discoveringdad.net/discovering-dad-blog-carnival-april-2010/
Tanggal 28 Juni Tahun 2008 setelah ujian akhir semesterku, ketika aku akan geladi di kota Denpasar, Ayah tiba – tiba sakit entah sakit apa. Setelah berolahraga mengayuh sepeda, ayah mengajakku pergi keluar untuk membetulkan semua alat elektronik yang rusak, namun tiba – tiba ayah terlhat sangat merasa kesakitan di tempat tidurnya, ditemani kami sekeluarga. Aku, Ibu, dan Kedua adik perempuanku awalnya menyangka ayah hanya sakit biasa, namun akhirnya kami pun menyaksikan nafas terakhir ayahku, yang meninggalkan kami menuju pelukan-Nya. Ayahku yang super, telah tiada.


Banyak sekali kerabat ayah bergantian datang ke rumah. Teman – temanku pun datang bergantian setiap hari selama lebih dari seminggu. Ayah dimakamkan di Jakarta, dekat tempat tinggal kakak dan adiknya, satu pemakaman dengan kakek. Pada saat mengantarkan ayah, puluhan mobil berkonvoy dari bandung menuju jakarta. Terlihat bagiku bahwa ayah memberi kenangan positif pada banyak orang, tanpa pandang bulu. Aku ingin seperti ayah, tegas dan keras namun selalu hangat.


My Father
Ayah dimataku serba bisa. Dia bisa mengerjakan semuanya, dari kebun, ledeng, dan mobil pun dia betulkan sendiri. Ayahku yang tak ragu naik ke atas genting untuk membetulkan genting bocor, ayahku yang tak ragu turun membersihkan selokan sendiri sambil menyapa para tetangga di pagi hari. Ayahku yang diceritakan ibu selalu melindungi staff nya di kantor. Ayahku yang sering memengangi turnamen memancing dengan memakai namaku (aku mengetahuinya karena sering diajak). Ayahku yang telah mendidikku sehingga mempunyai mental dan dasar yang kuat. Ayahku yang super dab serba bisa, tidak akan pernah kutemui lagi di dunia ini.


Hari ini, 22 April 2012, tepat 54 tahun sejak ayah menghembuskan nafas pertama. Saat ini, kubayangkan ayah sebentar turun ke bumi untuk menengokku, melihat kedaanku, ibu, dan kedua adikku. Aku melihat hari ini ayah duduk disampingku, menemaniku dan memberi seutas senyum pada diriku yang berlinang air mata ketika aku menulis tulisan ini, meski diam tanpa suara.


Wednesday, April 18, 2012

Tersungging di bibirmu..

Senyumlah kawan, senyumlah meski kau jatuh, senyumlah dikala badaimu tak kunjung dapati mentari, senyumlah meski dalam tangismu.
http://blogmdan.blogspot.com/
Bagiku senyum dan tawa memang tercipta ketika Tuhan menyeimbangkan dunia tak abadi ini dengan setitik aroma surgawi. Mungkin Dia memang membekali makhluknya dengan senyum sebagai senjata rahasia untuk bertahan di alam fana ini. Indahnya, tak hanya kita manusia ang dibekali senyum. Binatang, hewan, bahkan batu dan air serta seluruh alam pun diberi kemampuan untuk tersenyum.

Teringat ketika saya menhadiri dan menyaksikan sebuah rapat pertanggung jawaban suatu periode kepengurusan di sebuah organisasi yang saya ikuti. Setelah para anggota yang dberi tanggung jawab memaparkan hasil kinerja selama periode jabatannya kepada “dewan komisaris”, ternyata laporan mereka ditolak. Kinerja periode mereka dianggap tidak kompeten karena memang banyak program kerja yang indikator keberhasilannya mereka buat sendiri ternyata tidak memenuhi target. Mereka pun mempertanyakan keputusan itu, semua pembelaan dan ganjalan hati dipaparkan namun keputusan pun tak bergeming, namun mayoritas para “terdakwa” telah dapat menerima keputusan itu. Rapat pertanggung jawaban pun ditutup. Dapat ditebak bahwa atmosfer disana akan menjadi tak mengenakkan.

Namun tanpa disangka, setelah palu presidium rapat terpukulkan, mereka yang berjiwa besar mengakui kesalahan mereka, tersirat tak hanya dibibir mereka ucap janji tuk memperindah hari esok, tuk membayar hutang mereka sebagai para pemimpin yang akan terus belajar. Kemudian mereka pun kembali angkat dagu, kembali mereka teriakkan asa, dan kembali mereka tersenyum. Karena mereka tahu, senyum mereka lebih besar daripada sebuah penolakan. Senyum mereka lebih kuat dari tangisan batin mereka. Mereka sadar, mereka akan tetap kuat dengan sebuah senyuman.

http://feministjungle.blogspot.com/
Semua orang kuat akan selalu tersenyum. Sebagai contoh lihat pak Harto, dia dijuluki jenderal seribu senyum. Karena memang dibalik senyumnya itu terdapat kekuatan, sebuah perasaan bahwa tidak akan ada yang dapat menggoyahkannya pada saat itu. Namun, seiring menghilangnya senyumnya, hilang pula secara perlahan kekuatannya hingga akhirnya dia tergulingkan. Al Capone, mafia legendaris itu pun terus memperlihatkan seuntai senyum meski sedang menghadapi hukuman, dia yakin dirinya dengan senyumnya lebih besar dari ancaman hukuman, bahkan mungkin lebih besar dari kematiannya. Lalu, siswa yang telah mempersiapkan diri akan tersenyum melihat soal ujiannya, dia merasa lebih besar, lebih kuat, dan lebih pintar dari soal ujian.

Di sisi lain, orang yang tunjukkan amarah adalah orang yang merasa lemah dan terancam. Contoh terdekat, lihat para pedagang kaki lima yang digusur, sudah hampir pasti mereka marah-marah dan memaki para pihak yang berkuasa. Mengapa? Karena mereka merasa lemah dan terancam. Namun pernah saya menemukan seorang pedagang yang akan tergusur hanya menguntai senyum, lalu saya bertanya mengapa dia tidak ikut menggugat pihak penguasa. "Saya tidak akan kalah hanya oleh keputusan penguasa",  dirinya tidak akan mati hanya oleh penggusuran, dia masih bisa berjualan di tempat lain, bahkan mungkin di tempat barunya nanti dia akan menerima penghasilan yang jauh lebih besar. Dia menunjukkan bahwa dirinya lebih besar dari masalahnya, dia lebih kuat dari sebuah tragedi. Dan dia cerminkan itu hanya dengan seutas senyum.

Bagi saya, senyum memang menunjukkan kekuatan. Tak ada gunanya terus menangis dan memaki, karena kau selalu akan sendirian melakukannya.  Tersenyumlah, mereka pun akan merangkulmu dengan tawa yang sama. Bukankah perasaan ketika tersenyum dan tertawa jauh lebih indah dibanding ketika kita menangis ataupun sedang merasakan amarah?

Bersama korban gempa padang yang masih tegar tersenyum..